Selasa, 22 Juni 2010

Romantis Islami

Berawal dari sebuah keraguan
Saya ragu bahwa banyak orang yang telah menikah masih sempat memaknai arti romantis. Bayangkan saja, setiap hari mereka akan berhadapan
dengan banyak urusan. Entah pekerjaan, keuangan, kondisi rumah yang berantakan, atau juga pendidikan dan perawatan anak-anak. Di tengah itu
semua, nyaris yang ada hanya aktifitas-aktifitas rutin yang statis. Pandangan dan senyuman dari pasangan kita menjadi tidak terlalu berharga. Terlewatkan
setiap hari begitu saja. Kalau ada satu dua ciuman, biasanya di akhir pekan yang melelahkan. Nyaris tak berkesan.Lantas, kemana gerangan perginya
senyum, lirikan dan sentuhan manja yang dulu pernah ada ? Adakah bergantinya siang dan malam telah menggerogoti cinta ? Wallahu a’lam

Berawal dari sebuah keraguan
Saya ragu bahwa teman-teman saya mampu dan berani untuk romantis. Sebab kebanyakan dari mereka para aktifis dakwah- adalah sosok-sosok yang
tampil garang saat berdemonstrasi, serta mempunyai mobilitas dan semangat tinggi dalam beraktifitas. Sementara sebagian yang lainnya adalah sosok-sosok
yang lembut, santun, khusyuk dengan wajah teduh yang khas. Saya ragu kalau mereka mau atau sempat beromantis ria dengan pasangannya sekarang ini atau
kelak ketika menikah. Mendengar istilah romantis saja mungkin terasa asing bahkan cenderung phobi. Yang saya tahu, romantis bagi sebagian dari mereka dipahami
cenderung ke arah cengeng, melankolis, atau bahkan ikut-ikutan gaya barat.

Romantis Islami : Sebuah Pengantar
Belum lagi untuk para aktifis yang mempunyai jam terbang tinggi ; Romantis ? Hmm.. mana sempat akh ,?
Dari keraguan-keraguan diatas, lalu pertanyaan singgah dalam benak saya : Romantis itu sebenarnya apa dan milik siapa ? Maka mulailah saya
berusaha mencari jawaban yang tepat untuk hal itu. Semoga.

Romantis Lintas Batas
Saat seorang ditanya tentang arti romantis, maka segera saja berkelebat bayangan yang indah-indah dalam benaknya. Yang hobbi nonton telenovela
atau sinetron akan menjawab; makan malam bersama pasangan, diterangi sebatang lilin dan ditemani tembang-tembang kenangan itu romantis.
Sementara muda-mudi yang baru kasmaran dengan pacarnya akan mengatakan, romantis itu identik dengan puisi dalam sepucuk surat cinta.
Seorang gadis bisa melayang jiwanya, hanya dengan beberapa bait puisi yang memujinya. Lihat sosok Rangga, dalam film Ada Apa dengan Cinta
dengan puisi-puisinya, katanya mewakili makna romantis, dan tiba-tiba saja gaung film itu membahana.
Lain lagi bagi mereka penggemar film-film Bollywood India, bayangan romantis adalah menari dan menyanyi dengan pasangannya di tempat-tempat
indah. Entah pinggir pantai, lembah atau sepanjang rel kereta api, Rasa-rasanya belum pernah terlihat Shakhrukh Khan dan Kajol menari di tempat yang kotor
dan kumuh. Romantis benar-benar membutuhkan pemandangan alam yang indah ! Bagi mereka yang bergaya eropa abad pertengahan akan segera
menjawab romantis itu seorang pria memberi setangkai bunga pada pasangannya, berdansa, lalu menggendongnya ke tempat tidur. Ibarat seorang
pangeran impian yang menghamba pada seorang putri dari negri dongeng.
Belum selesai sampai di situ saja. Ada sisi lain dari romantis yang jarang diperhatikan banyak orang, yaitu ; tangisan, kesedihan, kasih tak sampai yang
berujung kematian. Lihat saja kisah-kisah yang dikenal banyak orang bertahun-tahun : ada Romeo dan Juliet karangan Shakespare bagi orang Barat, Laila
Majnun karangan Nizami bagi orang Persia dan Arab, atau juga Tenggelamnya Kapal Vanderwijk karya Hamka, pujangga bangsa kita sendiri. Banyak yang
mengatakan ini adalah kisah-kisah romantis yang terbesar sepanjang sejarah.
Kalau benar romantis, berarti yang mereka maksud dengan romantis adalah kasih tak sampai yang berujung kematian. Kita tahu Romeo sepakat untuk
bunuh diri bersama Juliet. Sementara Qais menggila, mati bersimpuh di atas pusara Laila. Sementara Zaenuddin dan Hayati pun ikut-ikutan meninggal dan
tak pernah menemukan muara cintanya. Lalu bisakah dikatakan, bahwa kesedihan sama dengan romantis ?
Mungkin benar dan sangat mungkin tidak. Hingga ada sebuah andekdot yang menyatakan : Jika ada sepasang kekasih sedang mendayung sampan di
tengah danau. Kemudian sampan itu bocor dan hanya ada satu buah pelampung untuk menyelamatkan diri. Keduanya sama-sama tidak bisa
berenang. Nah, pertanyaannya siapa yang akan mengambil pelampung tersebut ? Ternyata jawabannya bisa tiga ; Pertama, kalau cinta laki-laki itu
sejati, maka ia akan memberikan pelampung itu pada kekasihnya. Kedua, jika cintanya palsu, maka ia akan berusaha merebut pelampung itu dan
meyelamatkan dirinya sendiri. Dan yang unik adalah ketiga, jika laki-laki itu seorang yang romantis, maka ia akan membuang pelampung jauh-jauh lalu dan
mengajak kekasihnya untuk tenggelam bersama-sama sambil berpelukan atas nama romantis!!! Saya teringat sabda Rasulullah : Cintamu pada sesuatu, akan
membuatmu buta dan tuli ( HR Abu Daud & Ahmad) Dan kita yakin bahwa kematian itu lebih dari sekedar buta dan tuli.
Pembaca budiman, kalau mengikuti pandangan diatas, maka romantis bisa berarti : pacaran dan surat cinta, memberi bunga dan berdansa, menari di
tempat indah, serta kasih tak sampai yang berujung kematian ? Saya jadi tambah ragu. Andai saja romantis adalah milik mereka yang melakukan
kelakuan-kelakuan diatas, itu berarti teman-teman saya para aktifis dakwah tidak punya harapan untuk menjadi romantis. Jauh sekali dari romantis.
Mereka tidak pacaran, tidak bisa menari, dan untuk memberi bunga saja harus berpikir malu-malu seribu kali. Jadi kapan mereka bisa bisa romantis ?
Kembali sebuah pertanyaan berderak. Menghujam dalam benak.

Sebenarnya, romantis itu apa dan milik siapa ?

Romantis Ala Rasulullah
Jika romantis itu identik dengan memberikan hadiah kepada pasangan, membahagiakan hati pasangan, serta bergembira dan bermesraan bersama
pasangan, maka sesungguhnya sejak berabad yang lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah memberikan banyak contoh romantis bagi kita dalam
potret kehidupan rumah tangga beliau bersama istri-istrinya. Jauh sebelum Wiliam Shakespere sempat menulis cerita romantis romeo dan Juliet.
Lihat saja bagaimana Aisyah ra. terharu saat ditanya tentang kenangannya bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang paling
mengagumkan. Istri kesayangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam itu menjawab dengan penghayatan yang begitu dalam : Kaana kullu amrihi ajaba
(Semua tentangnya menakjubkan ! ; HR Abi Daud (IV/334) nomor hadits (5130) ; HR Ahmad (V/194) nomor (21740) dari Abu Darda' Ra.
Seolah-olah Aisyah ra berbalik bertanya : Manakah dari pribadi beliau yang tidak mengagumkan ? Begitu romantisnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam
hingga Aisyah tidak bisa melukiskannya dengan kata-kata selain menakjubkan.
Aisyah ra ingat persis ketika Rasulullah saw menggendongnya mesra melihat orang-orang Habsyi bermain-main di pekarangan masjid hingga ia
merasa bosan. Di hari lainnya, suaminya tercinta itu malah mengajaknya berlomba lari dan mencuri kemenangan atasnya saat badannya bertambah
subur. Aisyah ra juga takkan lupa saat Rasulullah saw memanggilnya dengan panggilan kesayangan Humaira (yang pipinya kemerah-merahan). Sebuah
panggilan yang benar-benar mampu membuat pipi Aisyah bersemu merah jambu. Malu dan salah tingkah. Sementara di dalam rumah, potret romantis
Aisyah bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam lebih menakjubkan. Mereka makan sepiring berdua, tidur satu selimut berdua, bahkan hingga
mandi satu bejana ! Bayangkan, adakah yang lebih romantis dari tiga hal tersebut ?
Yang unik lagi misalnya, jika Anda pernah melihat film-film barat, maka ada sebuah kebiasaan aneh saat pesta , yaitu melumuri atau melempar wajah
temannya dengan kue-kue yang ada. Kemudian mereka saling membalas.
Ternyata, uswah kita tercinta shallallahu alaiahi wa salam pernah melakukannya dengan dua istrinya ; Aisyah ra dan Saudah ra. Mereka berdua asyik bercanda,
saling membalas melumuri wajah madunya dengan sebuah makanan sejenis jenang.
(Diriwayatkan oleh At-Thohawy dalam Musykil al-Atasr (X/236) dari Atho' bi Abi Rabah , ( Lihat : Kitab Al-Bayan Wa At-Ta'rif , Ibrahim bin Muhammad Al-Husaini , (I/313)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tidak hanya tersenyum simpul, bahkan juga ikut menyemangati kedua istrinya;. Berani mencoba ?
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin), beliau
bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari Umarah,
ia berkata : Saya bertanya kepada Aisyah ra : Bagaimana keadaan Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? Jawabnya : Dia adalah seorang lelaki
seperti lelaki yang lainnya.Tetapi bedanya beliau seorang yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan tersenyum (HR Ibnu Asakir & Ishaq ).
Jika merasa belum lengkap dengan contoh nyata dari kehidupan rumah tangga beliau, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menegaskan
secara khusus pada umatnya untuk berlaku romantis pada pasangannya.
Beliau bersabda : Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah yang terbaik pada istri dari kamu
sekalian . (HR Tirmidzi & Ibnu Hibban)$. Tidak tanggung-tanggung, bahkan Al-Quran juga telah mengisyaratkan hal yang senada : Dan bergaullah dengan
mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, maka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak ( QS An-Nisa ) Syarat untuk menjadi terbaik, harus berbuat baik terlebih dahulu kepada istri. Berbuat baik itu luas dan banyak peluangnya.
Dari yang sekedar tersenyum, meremas jari tangan, bahkan hingga merawat pasangan kita saat sakit sekalipun. Subhanallah, bermesraan dengan istri itu membahagiakan hati
dan menghapus segala gundah. Dan ternyata bukan itu saja, Islam juga menjadikan kebaikan, kemesraan, dan romantisnya seseorang terhadap pasangannya sebagai ladang pahala,
bahkan kunci surga di akhirat kelak.
Apakah maksud kunci surga itu ? Semoga dua hadits di bawah ini cukup bisa memberi jawaban bagi kita.
Dari Hushain bin Muhshan bahwa bibinya datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, lalu beliau bertanya kepadanya, Apakah engkau mempunyai suami ?
Dia menjawab ;Punya, Beliau bertanya lagi: Bagaimana sikapmu terhadapnya ? Dia menjawab, aku tidak menghiraukannya, kecuali jika aku tidak mampu. Maka beliau
bersabda : Bagaimanapun engkau bersikap begitu kepadanya ? Sesunggguhnya dia adalah surga dan nerakamu) (HR Ahmad).
Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda : Siapapun wanita yang meninggal dunia sedangkan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya,
maka ia masuk surga. (HR. Hakim & Tirmidzi) ,
Ternyata, istri bisa masuk surga karena suami, begitu pula sebaliknya. Kalau masuk neraka ? Wal iyyadzh billah.,1 Walhasil, seharusnya visi awal
sebuah pernikahan adalah bagaimana menjadikan pasangan kita salah satu kunci-kunci surga bagi kita. Karena masuk surga itu penting, tapi lebih penting
lagi masuk surga rame-rame dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Apakah bisa disebut bahagia jika kita menyaksikan orang-orang yang kita
cintai dalam keadaan menderita ? Tidak sekali-sekali tidak.

Romantis Tanpa Ragu
Kembali ke teman-teman saya, para aktifis dakwah. Masih dalam keraguan, saya berandai-andai semoga bukan prasangka bahwa kebanyakan
dari mereka phobi dengan romantis karena beberapa hal. Ada beberapa pandangan negatif tentang romantis yang seringkali terbersit dalam pikiran
kita, atau setidaknya yang bisa dijadikan alasan untuk gamang dalam menerima mazhab romantis ini. Anehnya, saya berharap semoga dugaan saya
ini tidak benar.

PANDANGAN PERTAMA,
bahwa romantis dengan istri cenderung melalaikan seseorang dari zikir kepada Allah. Lebih parah lagi, alokasi waktu untuk beromantis ria bersama istri,
bisa melambatkan agenda dan kerja-kerja dakwah.Sebenarnya wajar juga jika ada yang berpikiran seperti ini. Ada beberapa statement dari Al-quran dan hadits yang
mengisyaratkan tentang hal ini, salah satunya ayat tentang prioritas cinta di bawah ini, insya Allah cukup representatif :
Katakanlah, Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cinta dari pada Allah Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang fasik (QS At- ).
Sudah semestinya kita berhati-hati dengan fitnah istri atau suami pasangan hidup. Al-quran sendiri mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan
pasangan kita menjadi musuh-musuh kita. Fakta sejarahnya, ingat-ingat cerita tentang Nabi Luth as dan Nabi Sholih as. Tengok sejenak tafsir surat At-Tahrim
atau buku tentang kisah para Nabi. Anda akan menemukan kedua orang shalih itu mendapati istri-istrinya sebagai musuh suaminya dalam dakwah. Bukan
saja memalingkan dari zikir kepada Allah, tapi justru menghalangi dakwah suaminya. Naudzubillah. Saya jadi takut membayangkan para ikhwah pengantin
baru yang tiba-tiba saja sering absen atau telat dalam acara-acara dakwah. Jangan-jangan karena mereka sedang praktek romantis ?
Baiklah, syubhat ini perlu beberapa penjelasan. Semoga Anda tidak bosan.
Yang pertama, semua sepakat bahwa seromantis apapun kita, tidak boleh melalaikan kita dari mencintai Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Lalu
bagaimana caranya ? bukankah romantis itu cenderung melalaikan ? Kalau boleh menjawabnya, saya teringat sebuah hadits yang mengisahkan tentang
kerisauan Hanzhalah ra dan Abu Bakar as Shiddiq ra. Mereka saling curhat tentang kondisi ruhiyah mereka yang naik turun. Naik saat mendengar tausiyah
dan taujih dalam majlis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, dan turun saat berkumpul dan bermain bersama anak istri. Saat mereka mengadukan hal ini
pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, beliau bersabda : " Demi zat yang diriku dalam kekuasaannya. Sesungguhnya kalau kamu senantiasa menepati apa yang
pernah kamu dengar ketika bersamaku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan menjabat tanganmu di tempat-tempat tidurmu dan dijalan-jalan kamu. Akan
tetapi wahai Hanzhalah, sesaat (begini) dan sesaat (begitu) Beliau mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.{ HR Muslim )**
11 HR Muslim (IV/2106) nomor (2749) ; HR Ahmad (IV/346) ; HR Tirmidzi (IV/666) nomor (2514) , ia berkata ; Hadits hasan shahih
Ternyata romantis memang ada waktunya. Tidak bisa anytime anywhere, setiap saat dan setiap tempat. Ada batasan yang harus diindahkan. Saat azan
shalat berkumandang, saat panggilan jihad membahana, dan saat jiwa raga kita dibutuhkan untuk dakwah, saatnya energi romantis diubah menjadi semangat
berjuang dan berkorban ! Jadi, rasanya tidak perlu takut untuk romantis, tinggal pintar-pintar saja mengkondisikan waktu dan jiwa kita. Yang harus kita
takuti justru ketika kita berada pada kondisi overcrowded ; Romantisnya tidak, mengingat Allah juga tidak !
Yang kedua, jika selama ini ada kekhawatiran bahwa romantis bersama istri akan melalaikan kita dari mengingat Allah, lalu mengapa tidak kita pakai
analogi terbalik ? Bahwa dengan sesuatu yang romantis kita bisa mengingat Allah. Atau bahwa mengingat Allah, berzikir bersama istri kita justru akan
menjadi suatu hal yang luar biasa romantis ? Ada satu contoh tentang ini dalam sebuah hadits :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda : Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu sholat, dan ia
membangunkan istrinya lalu istrinya pun sholat. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Allah Swt merahmati seorang wanita yang bangun
di malam hari lalu sholat, dan ia membangunkan suaminya lalu suaminya pun sholat. Jika suaminya enggan, maka ia memercikkan air ke wajah suaminya. (HR Ibnu
Khuzaimah). Subhanallah, inilah salah satu bukti konkrit betapa sesungguhnya ada celah-celah dan tuntunan untuk romantis dalam beberapa ibadah kita.
Membangunkan istri untuk mengingat Allah, romantis yang nyunah dan romantis yang berpahala. Lebih jauh lagi, romantis yang akan memenuhi kalbu
kita dengan berzikir, dan bertasbih kepada Allah, bukan melalaikannya sebagaimana kekhawatiran kita selama ini.
Shahih Ibnu Khuzaimah (II/183) nomor (1148) ; Shahih Ibnu Hibban (VI/306) nomor (2567) ; HR Abu
Daud (II/33) nomor (1308) ; HR Nasa'I (I/411) nomor (1300); HR Ibnu Majah (I/424) nomor (1336)

Yang ketiga, Islam memberi tuntunan kepada kita, bahwa kesibukan seseorang dalam beribadah, hendaknya tidak melalaikan hak-hak istri atas
suaminya. Tawazun atau proporsional dalam beribadah, begitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam senantiasa menekankan. Ketika tiga kumpulan
sahabat dengan bersemangat hendak meniru kuantitas ibadah nabi Shallallahu Alaihi Wassalam ; yang pertama berazam untuk bangun malam terus dan tidak
tidur, yang kedua berazam untuk berpuasa terus dan tidak akan berbuka, sementara yang ketiga bertekad menjauhi istrinya agar khusyuk dalam
beribadah, maka apa kata Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam tatkala mendengar hal ini ? Raut wajah beliau berubah tanda ketidak setujuan, lalu bersabda : Aku
ini adalah orang yang paling tahu siapa Allah dan yang paling takut kepada-Nya diantara kamu, tetapi aku ini bangun malam dan tidur. Aku juga berpuasa dan
berbuka. Dan aku pun kawin dengan sejumlah perempuan Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pun melanjutkan dengan sebuah statement yang mencerminkan kemarahan beliau atas tingkah para sahabatnya ini : Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, berarti dia bukan dari golonganku. ( HR Muttafaq alaih dari Anas bin Malik ).
Subhanallah, betapa indah dan adilnya syariat Islam. Pada satu sisi menyuruh kita untuk memprioritaskan cinta pada Allah, Rasul dan Jihad, sementara pada sisi yang lain memperingatkan dengan keras terhadap mereka yang melalaikan hak-hak istri mereka, meski atas nama cinta pada Allah dan Rasulnya !
13 HR Muslim (II/1020) nomor (1401) ; HR Bukhori (V/1949) nomor (4776).
Bahkan Aisyah ra pernah menceritakan bagaimana Rasulullah menjaga hak-haknya sebagai istri, meski untuk bermunajat kepada Rabbnya. Aisyah
mengatakan : Suatu malam, ketika beliau tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, beliau berkata. Wahai Aisyah, izinkan aku
beribadah kepada Tuhanku . Aku berkata, Sesungguhnya, aku senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.
Rasulullah pun bangkit berwudhu dan sejenak kemudian tenggelam dalam munajat dihadapan Rabb-nya dengan air mata khauf membasahi bumi,;.
Menakjubkan, jika seorang Rasulullah minta ijin pada istrinya ditengah kemesraan mereka untuk qiyamul lail dan bermunajat, maka apa lagi yang
membuat kita ragu-ragu untuk romantis dan mesra pada pasangan kita ?

Yang keempat, manusia diciptakan untuk beribadah, setiap gerak laku kita dituntut untuk membuktikan penghambaan kita kepada Allah sang
pencipta. Maka, tak perlu ragu untuk menjadikan romantis pada pasangan sebagai bentuk ibadah. Bukankah jelas-jelas Al-Quran telah mensupport kita
untuk berbuat maruf pada isteri ? Tidak juga kita lupa betapa banyak hadits shahih yang menjelaskan secara detil perintah dan wacana untuk mesra dengan
istri ? Simak salah satu contohnya : Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah saw mengomentari pernikahannya dengan seorang janda: Mengapa tidak seorang
perawan (yang engkau kawini) ? sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia juga bisa bermain denganmu. (HR Bukhori & Muslim),
Walhasil, niatkan saja romantis kita dalam rangka mentaati perintah Allah swt dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Itulah
hakikat ibadah ; niat tulus dan cara yang benar.
14 Diriwayatkan oleh At-Thohawy dalam Musykil al-Atsar (X/236) dari Atho' bi Abi Rabah , ( Lihat :
Kitab Al-Bayan Wa At-Ta'rif , Ibrahim bin Muhammad Al-Husaini , (I/313)
15 QS An-Nisa 19 : Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan maruf / baik
16 HR Muslim (II/1088) nomor (715) ; HR Bukhori (II/379) nomor (1991)

Selesai penjelasan tentang syubhat pertama. Mari sejenak merenung. Semoga ada guratan-guratan diwajah kita yang berkurang, memuai. Bukan
malah bertambah.

PANDANGAN KEDUA
Ada yang mengatakan bahwa untuk disebut romantis, biasanya mengikuti cara-cara orang kafir (baca : barat). Contoh yang
paling ringan adalah memberi bunga atau coklat, hingga menari atau berdansa. Dari sini akan muncul kekhawatiran, bahwa perilaku romantis kita
adalah ikut-ikutan gaya barat, sementara Rasulullah jauh-jauh hari telah memperingatkan kita dalam masalah ini. Beliau mengatakan, Barang siapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka (HR Abu Dawud)*. Hasil dari sisi pandang seperti ini, jangan heran kalau kita temukan ada yang
ragu-ragu memberi bunga atau coklat pada pasangannya. Khawatir di sebut ikut-ikutan gaya barat.
Astaghfirullah, pasti diantara kita tidak akan rela ikut disebut dalam barisan kekufuran. Sementara romantis, katanya banyak meniru cara-cara
mereka. Benarkah seperti itu ? baiknya kita tilik lebih jauh permasalahannya ; Pertama, bahwa penekanan tasyabuh (penyerupaan) dalam hadits di
atas lebih banyak pada tasyakkul atau penampilan dan aktifitas lahiriah. Ini sebagaimana Rasulullah memerintahkan kita untuk memelihara jenggot dan
mencukur kumis agar berbeda dengan kaum penyembah api Majusi. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda : Berbedalah dengan
kaum musyrikin, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis { HR Muslim)*. Masih seputar penampilan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam juga menyuruh kita
untuk menyemir rambut, agar berbeda dengan ahlu Kitab, Yahudi dan Nasrani. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda :
Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka ( HR Bukhari & Muslim ),. Masih banyak
lagi hadits lain yang menegaskan perintah untuk berbeda dengan orang kafir. Bukan disini untuk membahas semua itu lebih jauh.
Selanjutnya, yang disebut larangan untuk tasyabuh dalam hadits di atas, adalah penyerupaan dengan sesuatu yang menjadi ciri khas orang kafir.
Contoh yang lagi menjamur sekarang adalah, banyak anak muda dengan bangga memakai kalung salib atau lambang bintang lima ala Zionis Yahudi di
lehernya. Atau juga, karyawan muslim di pusat perbelanjaan, yang ikut-ikutan pakai kostum Sinterklas di penghujung tahun. Naudzubillah.
Menyerupai, meniru atau memakai atribut yang menjadi ciri khas kaum kafir, itu yang dilarang. Ini berarti, kita tidak bisa sembarangan asal tunjuk
bahwa ini, bahwa itu, adalah perbuatan tasyabuh sebagaimana yang dikecam dalam hadits. Permasalahannya memang masih terus berkembang. Karena saat
ini banyak hal yang awalnya mungkin adalah produk peradaban barat atau orang kafir, namun sekarang berubah menjadi sesuatu yang wajar, mendunia,
dimana setiap orang komunis sekalipun- bisa memakainya. Alias tidak lagi menjadi ciri khas kaum tertentu. Contohnya ; penggunaan setelan jas dan dasi.
Bisa jadi ini dulu produk barat, tapi sekarang tidak lagi bisa membedakan siapa dan apa ideologi pemakainya. Dari pendeta, ulama, hingga koruptor bahkan
seorang penjahat sekalipun sekarang banyak yang tampil dengan setelan jas berdasi.
HR Muslim (III/1663) nomor (2103) ; HR Bukhori (III/1275) nomor (3275)
Nah, dengan demikian memberi bunga dan coklat pada pasangan sungguh tidak pas dikatakan sebagai tasyabuh. Meski demikian kita tetap harus
hati-hati. Ini bisa benar-benar menjadi "tasyabuh" ketika memberikan bunga dan coklat pas hari Valentine plus atas nama merayakannya.
Kedua, Mengenai masalah tampil beda dengan kaum kafir ini, Dr. Yusuf Qaradhawi dalam bukunya al-Halal wal Haram menuliskan : Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam memerintahkan kaum muslimin agar berbeda dengan mereka, karena beliau ingin mendidik kaum muslimin supaya memiliki
kepribadian tersendiri berbeda secara lahir dan batin, berbeda kejiwaan dan simbol lahiriyahnya. Masih dalam kitab yang sama, beliau juga menukil
perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini. Beliau menyatakan : Al-quran, as-Sunnah, dan Ijma memerintahkan agar berbeda
dari orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara total. Adalah benar bahwa Rasulullah banyak sekali dalam haditsnya memerintah
kita untuk berbeda dengan orang kafir, bahkan dalam urusan jimak sekalipun. Hingga orang-orang Yahudi pada waktu itu berkomentar sinis : Lelaki ini
(Nabi Muhammad saw) bermaksud tidak akan membiarkan sedikitpun dari urusan kita, melainkan ia selalu mengambil jalan berbeda ( HR Muslim).
Nah, berbeda secara simbol lahiriah dengan orang kafir itu harus. Namun ini tidak menafikkan urgensinya berbeda dengan mereka dari sisi batin. Sisi
ideologi, semangat, pola pikir, izzah dan sebagainya.
Ini hampir senada dengan hadits Islam dimulai dengan sebuah keasingan, dan akan kembali menjadi asing (HR Muslim dari Abu Hurairah) . Pemahaman
tentang Islam yang asing ini bukan berarti asing karena beruzlah, jauh dan menutup diri dari masyarakat. Kalau yang dimaksud seperti ini, berarti tidak
ada kewajiban dakwah dong !. Asing di sini adalah asing dari sisi keyakinan, pola pikir dan amal yaumiyah::. Asing, namun dengan penampilan dan
intensitas pergaulan yang cukup dekat dengan masyarakat yang di dakwahinya. Kalau istilah fikih dakwahnya; yakhtalitun walakin yatamayyazuun ;
bergaul tapi tetap bisa menjaga identitas dan kualitas diri sebagai dai. Bagai ikan di air laut, demikian kata pepatah ; meski hidup di air yang asing,
selamanya tak pernah ikut berasa asin.
Tentang romantis dengan aktifitas seperti yang dilakukan orang barat, lagi-lagi kita dituntut untuk meluruskan niat kita. Innamal a’maalu bin niyat:;.
Bukankah segala sesuatu bergantung pada niatnya ?. Dua orang sama-sama memberi bunga pada istrinya. Jika yang satu niatnya meniru ekspresi cinta
gaya barat dan yang lainnya benar-benar tulus ikhlas untuk membahagiakan istri fillah, maka jelas terasa bedanya. Beda di dunia dan jelas beda di akhirat
nanti.
Ketiga, Sebuah kaidah fikih menyatakan ; al-Asl fil al-Assya al-Ibahah (Segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah / boleh ). Ini berarti dibutuhkan
nash atau dalil khusus, jika ingin menganggap sesuatu itu haram dan harus dijauhi. Tidak sembarangan mengatakan ini tasyabbuh, ini haram dan lain
sebagainya, tanpa didukung dengan argumen syari. Seperti kasus teknik dan adab berhubungan badan dengan istri, Al-Quran menyatakan : Istri-istrimu
adalah (seperti) ladang tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS Al- 2.)
Lihat, aturan awalnya adalah : Anna syitum !! Bagaimana saja kamu kehendaki. Kapan saja dan dimana saja, silahkan bersedekah (berjima-red) pada istri-istri
Anda. Namun kemudian, ternyata ada batasan-batasannya ; Bisa kapan saja, kecuali saat haid, nifas, dan saat ihram dan berpuasa. Bisa dimana saja, kecuali
jalan belakang (baca-dubur). Yang perlu dicatat, bahwa semua batasan yang ada didukung dengan ayat dan hadits-hadits dengan kualitas shahih. Bukan
sekedar mengada-ada atas nama feeling apalagi hawa nafsu. Sederhananya, jika romantis dalam rangka berbuat baik dan membahagiakan isteri , bisa dengan cara apa saja, kapan saja, dan bagaimana saja, sejauh tidak melanggar batasan-batasan syariat yang telah digariskan.

Keempat, Sebagai catatan tambahan, tidak semua yang berasal dari barat itu haram atau tercela. Kita bisa mengambil sesuatu darinya, hal-hal yang
menyangkut keduniaan dan hubungan muamalat. Bahkan suatu ketika Rasulullah hallallahu Alaihi Wassalam sendiri pun pernah mengambil pelajaran
dari kebiasaan Persi dan Romawi dalam masalah hubungan badan dengan istri. Dari Aisyah ra, Rasulullah bersabda : Sesungguhnya aku ingin melarang
ghilah (berhubungan badan dengan istri yang masih dalam masa menyusui bayinya) ?, tetapi kemudian aku melihat bangsa Persi dan Romawi melakukannya,
namun tidak membahayakan anak-anak mereka sedikitpun { HR Muslim)
Selain hal di atas, masih lekat dalam ingatan kita bahwa salah satu faktor kemenangan kaum Muslimin dalam perang Khandaq adalah pembuatan parit.
Penggalian parit sebagai strategi perang adalah kebiasaan orang-orang Persia. Bangsa Arab tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Sahabat Salman al-
Farisi lah yang mengusulkannya dan diterima oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, dan berbuah kemenangan.
Dua peristiwa di atas, adalah sebuah kenyataan sejarah yang sejalan dengan isyarat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam haditsnya : Hikmah
itu adalah miliknya orang mukmin yang hilang, jika ia menemukannya maka ia lebih berhak atasnya ( HR Tirmidzi) !. Saat ini, mau tak mau nampaknya kita harus
banyak belajar dari barat yang sedang memegang peradaban- khususnya pada bidang-bidang yang mempunyai nilai strategis untuk kemaslahatan umat
Islam, dan juga untuk meninggikan kalimat Allah dimuka bumi ini ( Li Ilaa kalimatillah ). Saat ini tidak perlu ragu untuk belajar kimia, kedokteran, militer
dan sebagainya, asalkan dengan niat yang tulus ; untuk kejayaan Islam.

Romantis,--atau apapun istilah untuk menyebut berbuat baik dan membahagiakan istri adalah diperintahkan dalam Islam. Bukan karena
istilah terminologisnya yang berbau barat, lantas kita menjauhinya tanpa melihat esensinya. Kasus ini mengingatkan kita dengan istilah sosialis,
demokratis, dan humanrights yang secara bahasa berasal dari barat, padahal secara esensi Islam telah lama mengajarkan nilai-nilainya. Berjiwa sosial,
penghargaan atas hak-hak manusia, serta kehidupan yang demokratis adalah bukan barang baru dalam khazanah masyarakat Islam. Untuk kasus-kasus
yang seperti ini, kita perlakukan sebagaimana istilah Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Ushul Isyrinnya ; Al Ibroh bil Musammayaat La bil Asma ( Pelajaran
yang dianggap penting itu ada pada esensi di balik suatu nama (istilah), bukan nama (istilah) itu sendiri )

Kelima, ini yang terakhir. Jika penjelasan di atas dirasa belum mampu menjawab syubhat tentang romantis ala barat, maka saya mengajak Anda
untuk mencukupkan diri dengan romantis ala Rasulullah. Tidak kurang dari puluhan hadits memberikan gambaran utuh suasana romantis dalam rumah
tangga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat. Anda bisa mengikuti semua itu tanpa ragu. Dalam Islam kita tidak diperintahkan untuk
melakukan sesuatu dalam keraguan. Rasullah mewasiatkan pada kita tentang hal ini : Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, dan ambillah apa-apa yang tidak
kau ragukan ( HR.Tirmidzi) ,. Dalam khazanah fikih pun, dikenal kaidah Ittiqoou Syubhat , khosyatal wuqu filharoom yaitu sikap untuk menjauhkan diri
dari segala syubhat, karena takut akan terjerumus pada hal-hal yang diharamkan. Jadi, tidak perlu belajar romantis dari barat, praktekkan saja apa yang
telah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat gambarkan tentang romantis, niscaya kita pun akan terengah-engah untuk
mewujudkannya.Kerana begitu banyak hal-hal romantis yang begitu jelas beliau tampilkan dalam kehidupan rumah tangganya. Bahkan seorang
pengantin baru pun, belum tentu bisa sekreatif beliau dalam masalah romantic ini. Telusuri hadits-hadits beliau tentang romantis, insya Allah anda akan
mendapatkan banyak inspirasi dalam memaknai romantis secara lebih luas.
28 Majmuatur Rosail, Risalatut Taklim, Ushul ke 7 dari 20 Prinsip
29 Shahih Ibnu Hibban ( II/498) nomor (722) ; HR Hakim dalam Al-Mustadrok (II/15) nomor (2169) ,ia
berkata : isnadnya shahih ; HR Tirmidzi (IV/668) nomor (2518), ia berkata : hasan shahih

Alhamdulillah. Perkenankan saya tutup pembahasan ini dengan Wallahu a’lam bisshowab. Semoga gurat Anda sedikit tercerahkan. Romantis
tanpa ragu, demikian saya menyebutnya

Romantis Tak Kenal Lelah
Berikutnya, ada pembahasan unik tentang romantis yang tak kalah menarik di banding dua hal diatas. Kita sering mendengar, bahwa romantis
hanya berlaku pada usia muda saja. Mereka yang pengantin barulah yang paling berhak melakukan hal-hal yang indah itu. Sementara mereka yang
menginjak dewasa dengan segenap kesibukannya, atau bahkan mereka yang telah renta dimakan usia tidak wajar jika harus bermain-main dengan aktifitas
yang berlabel romantis. Seperti kata I love you misalnya, jika diucapkan oleh mereka para bapak atau kakek kita, maka minimal sepintas hati kita akan
tersenyum mentertawakannnya. Atau bahkan terharu ? Subhanallah. Kasus lainnya, saat kita melihat sepasang pengantin baru terlihat mesra
dan romantis, maka dengan mudahnya kita akan menyimpulkan ; maklum masih pengantin baru, belum merasakan pahit getirnya hidup berumahtangga.
Seperti itu kah yang sering ada dalam pikiran kita ? Apakah romantis yang bisa kadaluarsa itu benar ? Atau jangan-jangan sikap mental kita yang kalah dan
apatis dalam memperjuangakan romantis dalam rumah tangga kita ?
Baiklah, rasanya pembahasan ini tidak perlu terlalu panjang. Setidaknya ada dua hal yang layak kita jadikan pertimbangan untuk menentang pandangan seperti di atas.

Yang pertama, cukuplah bagi kita untuk menyadari bahwa potret romantis rumah tangga nabawi -- yang begitu banyak tergambar dalam haditshadits
shahih dilakukan oleh seorang suami yang berusia lebih dari setengah abad. Bahkan hampir sebagian ummahatul mukminin adalah para janda yang
berusia tidak muda lagi. Sebut saja Saudah binti Zumah yang karena merasa sudah sangat uzur, memberikan hari gilirannya pada Aisyah ra. Akan tetapi,
pernahkah Anda mendengar saat Aisyah dan Saudah ra di hadapan Rasulullah saw saling bercanda mengoleskan makanan pada wajah satu sama lainnya.
Seolah mereka adalah muda-mudi yang tengah menikmati manisnya cinta ? Saudah pula yang mempunyai banyak guyonan yang kerap membuat
Rasulullah saw tersenyum bahkan tertawa. Ada juga yang namanya Ummu Salamah, janda dari Abu Salamah yang bijak dan berusia senja. Bahkan,
tidak kurang penghulu wanita di surga, hadijah binti huwailid menemani Rasulullah saw selama sekitar 0D tahun kehidupan rumah tangga,
dalam usianya yang cukup renta. Beliau dinikahi Rasulullah saw pada usia ;1 tahun, dan meninggal dunia pada usia ED tahun.
Ingat cerita romantis hadijah ? Saat dengan penuh kasih sayang memeluk dan menyelimuti Rasulullah saw yang masih terguncang karena baru saja
menerima wahyu pertama. Bahkan diriwayatkan saat tersebut hadijah juga memangku suaminya tercinta itu di atas pahanya.=, Tahukah Anda berapa usia
hadijah saat itu ? Limapuluh lima tahun. Pada kenyataannya, hanya tiga orang saja dari para ummahatul mukminin, yang masih bisa terbilang berusia muda saat
menjalani kehidupan rumah tangga bersama Rasul saw. Ada Aisyah ra yang dinikahi pada usia L atau ,, tahun. Ada pula Shofiyah Binti huyai, putri dari yahudi Bani nadhir
yang dinikahi pada usia ,I tahun. an ada pula Juwairiyah binti +arits bin hiror putri pemimpin Bani Mustholaq, yang kerap membuat Aisyah ra cemburu karena kecantikannya.
Ingat cerita Aisyah ra, saat ia masih bertubuh kecil dan adu cepat dalam lari bersama Rasulullah saw. Apa yang terjadi setelah waktu lama berlalu dan
tubuh Aisyah ra menjadi lebih gemuk ? Tanpa ragu sedikitpun Rasulullah saw kembali mengajaknya berlomba lari di depan para sahabatnya.=0
Begitulah, dan cerita-cerita romantis dalam rumah tangga nabawi ini bergulir begitu saja. Tanpa pandang usia dan raga. Sekalipun Rasulullah saw
adalah manusia paling berat amanahnya, paling padat aktifitasnya, namun beliau tetap menjaga suasana rumah tangganya agar tetap ceria. Lantas, apakah
kita yang hanya mengemban sejengkal amanah dan usia baru beranjak dewasa, tiba-tiba mengatakan bahwa romantis is expired alias kadaluwarsa ?
Astaghfirullah.

Yang kedua, Sudah menjadi karakter dari setiap perintah Allah swt, bahwa kita dituntut untuk melakukannya secara istiqomah. Kontinyu atau
terus menerus, sepanjang hayat masih dikandung badan. Tidak ada istilah cuti dalam tuntutan untuk berbuat kejujuran, bersedekah, tersenyum dan perbuatan
mulia lainnya. Bahkan seorang muslim harus benar-benar mengisi dan memanfaatkan waktunya dalam mengoptimalkan setiap perintah Allah, sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Mari kita tinjau sejenak beberapa ayat yang senantiasa menegaskan bahwa berbuat kebaikan atau amalan tertentu,
selayaknya dilakukan pada setiap saat dan setiap tempat. Dalam keadaaan apapun dan bagaimanapun. Ketika muda, bahkan saat tua sekalipun.
Anjuran untuk berjihad dalam berbagai kondisi. Saat sehat ataupun sakit. Saat muda belia ataupun telah renta. Allah swt berfirman : Berangkatlah
kamu (untuk berperang) dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat (QS At-" )* Anjuran untuk berinfak dan sedekah dalam berbagai kondisi. Saat kaya
maupun miskin. Saat sukses ataupun bangkrut. Saat laba maupun rugi. Allah swt berfirman : (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di
waktu lapang maupun sempit (QS A *2) Anjuran untuk berinfak di setiap waktu. Siang dan malam, diketahui orang ataupun tidak. Allah swt berfirman : Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari, secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya QS Anjuran untuk berdzikir setiap saat sepanjang hari. Allah swt berfirman : ..dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada
waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang QS " *2* Anjuran untuk berdzikr dalam berbagai keadaan. Allah swt berfirman :
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring.

*,*
Anjuran untuk tak kenal lelah dalam berdakwah. Allah swt berfirman :(Nabi) Nuh berkata : Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
(berdakwah) malam dan siang QS ( 6
Lebih jauh, Rasulullah SAW juga menekankan masalah konsisten dalam sebuah proyek amal, apapun bentuknya. Dari Aisyah ra, Beliau bersabda : "
Amal yang paling dicintai di hadapan Allah SWT adalah yang berkelanjutan, meski sedikit " ( HR Muslim)
Nah, lebih jelas bukan permasalahnnya. Begitu pula dengan perintah untuk berbuat baik pada pasangan kita. Berbuat romantis serta membahagiakannya,
juga harus istiqomah. Saat siang romantis, malam lebih romantis. Saat sehat romantis, sakit harus romantis juga. Saat miskin romantis, apalagi saat kaya !
Saat gembira terlihat mesra, saat sedih tetap romantis. Saat muda bisa hyper romantis, saat tua menjadi super romantis !
Walhasil. Boleh jadi raga kita menua, rambut kita memutih dan jiwa kita mulai bosan, tapi romantis lah yang akan membuat hidup kita lebih berwarna,
atau bahkan kembali muda. Sederhananya, sikap mental untuk menyerah dalam hal romantis saat usia kita beranjak tua, sama sekali bukan hal yang bisa
dimaklumi. Apalagi mengatakan bahwa romantis hanya untuk para pasangan muda, sama sekali ini tidak berdasar. Biarkan romantis ini berjalan terus. Tak
kenal lelah dan menyerah. Wallahu alam

Sebuah Kampanye Romantis

Awalnya adalah keraguan.
Lalu berubah menjadi sebuah buku seperti di tangan pembaca sekalian. Buku ini lebih mirip disebut kampanye romantis dari pada sebuah panduan..
Terus terang, saya mengajak Anda semua untuk sebuah romantis yang sederhana, romantis yang tak kenal lelah, bahkan romantis yang berujung
surga. Mari sama-sama meluruskan niat dan terus berusaha. Karena saya sendiri masih terus belajar untuk romantis dan lebih romantis lagi. Kelak saya
ingin istri saya juga berkata jujur : Sungguh, semua tentang suamiku menakjubkan ! Adapun saya, juga akan berujar tentangnya, sebagaimana Rasulullah saw
mengungkapkan kesannya tentang Khadijah ra : Sungguh aku telah diberi rizki mendapatkan cintanya ! (HR Muslim)2)
Sejujurnya, dalam buku ini saya mencoba menginventaris, mengumpulkan hadits-hadits dan keping-keping kisah romantis di jaman Rasulullah saw dan para sahabatnya, kemudian mengajak Anda untuk bersama-sama mentadaburinya. Selebihnya adalah kisah para Nabiyullah bersama istri-istri mereka radhiyallahu anhum. Selebihnya lagi, adalah
ungkapan atau usulan pribadi penulis dalam usaha memaknai romantis secara lebih luas dan lebih beragam, sesuai dengan aturan syariah yang ada. Tentu
saja ini dibatasi dengan pemahaman penulis yang masih begitu kerdil, sempit, dan membutuhkan waktu yang tak pernah usai untuk terus belajar dan
berproses. Semoga Allah mengampuni dan semoga Anda memaklumi.Akhirnya, Barakallah kepada para pengantin baru. Buku ini banyak
ditujukan pada mereka. Agar lebih cepat proses saling mengenal. Agar lebih berani dan tidak ragu-ragu dalam memulai interaksi. Agar lebih cinta, lebih
mesra, sayang, dan tentu saja menjadi lebih romantis. Berani nikah berarti berani untuk berbuat romantis terhadap pasangan kita. Banyak jalan menuju romantis.
Jangan ragu. Sementara bagi mereka yang telah lama berpadu mengarungi bahtera rumah tangga, buku ini menantang Anda untuk lebih
kreatif dan inovatif dalam membahagiakan pasangan. Siapapun Anda, semoga tulisan ini menjadi inspirasi romantis yang tak kenal lelah dan tanpa ragu lagi.
Jadi, ternyata romantis itu milik Anda semua. Tapi banyak kita yang belum menyadarinya.

Hatta Syamsuddin, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar