Senin, 12 Juli 2010

Kriteria Wanita Idaman

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Setelah sebelumnya kita mengkaji siapakah pria yang mesti dijauhi dan tidak dijadikan idaman maupun idola, maka untuk kesempatan kali ini kita spesial akan membahas wanita. Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih. Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri. Semoga bermanfaat.

Kriteria Pertama: Memiliki Agama yang Bagus

Inilah yang harus jadi kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita idaman memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang seperti zodiak dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah wanita tersebut. Membaca ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang ramal. Bahkan ini lebih parah dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke rumahnya dan ia bawa melalui majalah yang memuat berbagai ramalan bintang setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar membaca ramalan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.”[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut, lebih parah lagi akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.”[2]

Begitu pula ia paham tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga untuk mengurus keluarga nantinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.[3] Sebenarnya makna “taribat yadak”adalah

Inilah kriteria wanita idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama- sebelum kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.

Kriteria Kedua: Selalu Menjaga Aurat

Kriteria ini pun harus ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah menginginkan wanita yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang menginginkan wanita yang jelek pula.

Ingatlah, sangat bahaya jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan pilihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[4] Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:

1.Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
2.Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[5]
Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[6]

Kriteria Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i

Wanita yang menjadi idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.

Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[7]

Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Syarat keempat: Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”[8]

Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan kriteria.

Kriteria keempat: Betah Tinggal di Rumah

Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[9]

Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[10]

Kriteria Kelima: Memiliki Sifat Malu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[11]

Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!

Demikianlah kriteria wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian saja. Akan tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.

Intinya, jika seorang pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya. Ingatlah: ”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia idam-idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang mesti diperhatikan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

--------------------------------------------------------------------------------

[1] HR. Muslim no. 2230, dari Shofiyah, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2] HR. Ahmad (2/492). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[3] HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1446, dari Abu Hurairah.
[4] HR. Muslim no. 2128, dari Abu Hurairah.
[5]Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/190-191, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua.
[6] Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14.
[7] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.
[8] HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[9]Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/150.
[10] HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[11] HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.

Obat Ketika Merindukan Si Dia

Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.

Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.

Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat yang akan kami utarakan[1]. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[2], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[3]

Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.[4]

Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri). Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.

Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan jeleknya.

Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah. Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.

Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.

Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah

Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya. Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang membahayakannya.”

Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan, tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.

Banyak Memohon pada Allah

Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat. Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang semisal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”[5]

Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara. Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.

Memenej Pandangan

Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[6]
Mujahid mengatakan,

غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ
“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan menimbulkan rasa cinta pada Allah.”[7] Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang bukan mahram.

Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[8]

Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.

Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu cemerlang.

Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.

Lebih Giat Menyibukkan Diri

Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya. Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.

Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy Syafi’i. Ia berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[9]

Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan

Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak, berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”

Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.”

Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”[10]

Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”[11]

Bayangkan Kekurangan Si Dia

Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna. Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang dikhayalkan dalam lamuman.

Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”

Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.

Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi buta.”

Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
Pangukan, Sleman, Kamis, 24 Dzulqo’dah 1430 H

[1] Kiat-kiat ini kami olah dari pembahasan Majalah Elfata, edisi 02, volume 05, tahun 2005.
[2] Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.
[3] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.
[4] Lihat Syarh Muslim, 5/70.
[5] HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
[6] HR. Muslim no. 2159.
[7] Majmu’ Al Fatawa, 15/394, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H
[8] Majmu’ Al Fatawa, 15/420-426
[9] Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah
[10] Lihat Talbis Iblis, 289, Asy Syamilah
[11] Talbis Iblis, 283

Selasa, 22 Juni 2010

Romantis Islami

Berawal dari sebuah keraguan
Saya ragu bahwa banyak orang yang telah menikah masih sempat memaknai arti romantis. Bayangkan saja, setiap hari mereka akan berhadapan
dengan banyak urusan. Entah pekerjaan, keuangan, kondisi rumah yang berantakan, atau juga pendidikan dan perawatan anak-anak. Di tengah itu
semua, nyaris yang ada hanya aktifitas-aktifitas rutin yang statis. Pandangan dan senyuman dari pasangan kita menjadi tidak terlalu berharga. Terlewatkan
setiap hari begitu saja. Kalau ada satu dua ciuman, biasanya di akhir pekan yang melelahkan. Nyaris tak berkesan.Lantas, kemana gerangan perginya
senyum, lirikan dan sentuhan manja yang dulu pernah ada ? Adakah bergantinya siang dan malam telah menggerogoti cinta ? Wallahu a’lam

Berawal dari sebuah keraguan
Saya ragu bahwa teman-teman saya mampu dan berani untuk romantis. Sebab kebanyakan dari mereka para aktifis dakwah- adalah sosok-sosok yang
tampil garang saat berdemonstrasi, serta mempunyai mobilitas dan semangat tinggi dalam beraktifitas. Sementara sebagian yang lainnya adalah sosok-sosok
yang lembut, santun, khusyuk dengan wajah teduh yang khas. Saya ragu kalau mereka mau atau sempat beromantis ria dengan pasangannya sekarang ini atau
kelak ketika menikah. Mendengar istilah romantis saja mungkin terasa asing bahkan cenderung phobi. Yang saya tahu, romantis bagi sebagian dari mereka dipahami
cenderung ke arah cengeng, melankolis, atau bahkan ikut-ikutan gaya barat.

Romantis Islami : Sebuah Pengantar
Belum lagi untuk para aktifis yang mempunyai jam terbang tinggi ; Romantis ? Hmm.. mana sempat akh ,?
Dari keraguan-keraguan diatas, lalu pertanyaan singgah dalam benak saya : Romantis itu sebenarnya apa dan milik siapa ? Maka mulailah saya
berusaha mencari jawaban yang tepat untuk hal itu. Semoga.

Romantis Lintas Batas
Saat seorang ditanya tentang arti romantis, maka segera saja berkelebat bayangan yang indah-indah dalam benaknya. Yang hobbi nonton telenovela
atau sinetron akan menjawab; makan malam bersama pasangan, diterangi sebatang lilin dan ditemani tembang-tembang kenangan itu romantis.
Sementara muda-mudi yang baru kasmaran dengan pacarnya akan mengatakan, romantis itu identik dengan puisi dalam sepucuk surat cinta.
Seorang gadis bisa melayang jiwanya, hanya dengan beberapa bait puisi yang memujinya. Lihat sosok Rangga, dalam film Ada Apa dengan Cinta
dengan puisi-puisinya, katanya mewakili makna romantis, dan tiba-tiba saja gaung film itu membahana.
Lain lagi bagi mereka penggemar film-film Bollywood India, bayangan romantis adalah menari dan menyanyi dengan pasangannya di tempat-tempat
indah. Entah pinggir pantai, lembah atau sepanjang rel kereta api, Rasa-rasanya belum pernah terlihat Shakhrukh Khan dan Kajol menari di tempat yang kotor
dan kumuh. Romantis benar-benar membutuhkan pemandangan alam yang indah ! Bagi mereka yang bergaya eropa abad pertengahan akan segera
menjawab romantis itu seorang pria memberi setangkai bunga pada pasangannya, berdansa, lalu menggendongnya ke tempat tidur. Ibarat seorang
pangeran impian yang menghamba pada seorang putri dari negri dongeng.
Belum selesai sampai di situ saja. Ada sisi lain dari romantis yang jarang diperhatikan banyak orang, yaitu ; tangisan, kesedihan, kasih tak sampai yang
berujung kematian. Lihat saja kisah-kisah yang dikenal banyak orang bertahun-tahun : ada Romeo dan Juliet karangan Shakespare bagi orang Barat, Laila
Majnun karangan Nizami bagi orang Persia dan Arab, atau juga Tenggelamnya Kapal Vanderwijk karya Hamka, pujangga bangsa kita sendiri. Banyak yang
mengatakan ini adalah kisah-kisah romantis yang terbesar sepanjang sejarah.
Kalau benar romantis, berarti yang mereka maksud dengan romantis adalah kasih tak sampai yang berujung kematian. Kita tahu Romeo sepakat untuk
bunuh diri bersama Juliet. Sementara Qais menggila, mati bersimpuh di atas pusara Laila. Sementara Zaenuddin dan Hayati pun ikut-ikutan meninggal dan
tak pernah menemukan muara cintanya. Lalu bisakah dikatakan, bahwa kesedihan sama dengan romantis ?
Mungkin benar dan sangat mungkin tidak. Hingga ada sebuah andekdot yang menyatakan : Jika ada sepasang kekasih sedang mendayung sampan di
tengah danau. Kemudian sampan itu bocor dan hanya ada satu buah pelampung untuk menyelamatkan diri. Keduanya sama-sama tidak bisa
berenang. Nah, pertanyaannya siapa yang akan mengambil pelampung tersebut ? Ternyata jawabannya bisa tiga ; Pertama, kalau cinta laki-laki itu
sejati, maka ia akan memberikan pelampung itu pada kekasihnya. Kedua, jika cintanya palsu, maka ia akan berusaha merebut pelampung itu dan
meyelamatkan dirinya sendiri. Dan yang unik adalah ketiga, jika laki-laki itu seorang yang romantis, maka ia akan membuang pelampung jauh-jauh lalu dan
mengajak kekasihnya untuk tenggelam bersama-sama sambil berpelukan atas nama romantis!!! Saya teringat sabda Rasulullah : Cintamu pada sesuatu, akan
membuatmu buta dan tuli ( HR Abu Daud & Ahmad) Dan kita yakin bahwa kematian itu lebih dari sekedar buta dan tuli.
Pembaca budiman, kalau mengikuti pandangan diatas, maka romantis bisa berarti : pacaran dan surat cinta, memberi bunga dan berdansa, menari di
tempat indah, serta kasih tak sampai yang berujung kematian ? Saya jadi tambah ragu. Andai saja romantis adalah milik mereka yang melakukan
kelakuan-kelakuan diatas, itu berarti teman-teman saya para aktifis dakwah tidak punya harapan untuk menjadi romantis. Jauh sekali dari romantis.
Mereka tidak pacaran, tidak bisa menari, dan untuk memberi bunga saja harus berpikir malu-malu seribu kali. Jadi kapan mereka bisa bisa romantis ?
Kembali sebuah pertanyaan berderak. Menghujam dalam benak.

Sebenarnya, romantis itu apa dan milik siapa ?

Romantis Ala Rasulullah
Jika romantis itu identik dengan memberikan hadiah kepada pasangan, membahagiakan hati pasangan, serta bergembira dan bermesraan bersama
pasangan, maka sesungguhnya sejak berabad yang lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah memberikan banyak contoh romantis bagi kita dalam
potret kehidupan rumah tangga beliau bersama istri-istrinya. Jauh sebelum Wiliam Shakespere sempat menulis cerita romantis romeo dan Juliet.
Lihat saja bagaimana Aisyah ra. terharu saat ditanya tentang kenangannya bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang paling
mengagumkan. Istri kesayangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam itu menjawab dengan penghayatan yang begitu dalam : Kaana kullu amrihi ajaba
(Semua tentangnya menakjubkan ! ; HR Abi Daud (IV/334) nomor hadits (5130) ; HR Ahmad (V/194) nomor (21740) dari Abu Darda' Ra.
Seolah-olah Aisyah ra berbalik bertanya : Manakah dari pribadi beliau yang tidak mengagumkan ? Begitu romantisnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam
hingga Aisyah tidak bisa melukiskannya dengan kata-kata selain menakjubkan.
Aisyah ra ingat persis ketika Rasulullah saw menggendongnya mesra melihat orang-orang Habsyi bermain-main di pekarangan masjid hingga ia
merasa bosan. Di hari lainnya, suaminya tercinta itu malah mengajaknya berlomba lari dan mencuri kemenangan atasnya saat badannya bertambah
subur. Aisyah ra juga takkan lupa saat Rasulullah saw memanggilnya dengan panggilan kesayangan Humaira (yang pipinya kemerah-merahan). Sebuah
panggilan yang benar-benar mampu membuat pipi Aisyah bersemu merah jambu. Malu dan salah tingkah. Sementara di dalam rumah, potret romantis
Aisyah bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam lebih menakjubkan. Mereka makan sepiring berdua, tidur satu selimut berdua, bahkan hingga
mandi satu bejana ! Bayangkan, adakah yang lebih romantis dari tiga hal tersebut ?
Yang unik lagi misalnya, jika Anda pernah melihat film-film barat, maka ada sebuah kebiasaan aneh saat pesta , yaitu melumuri atau melempar wajah
temannya dengan kue-kue yang ada. Kemudian mereka saling membalas.
Ternyata, uswah kita tercinta shallallahu alaiahi wa salam pernah melakukannya dengan dua istrinya ; Aisyah ra dan Saudah ra. Mereka berdua asyik bercanda,
saling membalas melumuri wajah madunya dengan sebuah makanan sejenis jenang.
(Diriwayatkan oleh At-Thohawy dalam Musykil al-Atasr (X/236) dari Atho' bi Abi Rabah , ( Lihat : Kitab Al-Bayan Wa At-Ta'rif , Ibrahim bin Muhammad Al-Husaini , (I/313)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tidak hanya tersenyum simpul, bahkan juga ikut menyemangati kedua istrinya;. Berani mencoba ?
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin), beliau
bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari Umarah,
ia berkata : Saya bertanya kepada Aisyah ra : Bagaimana keadaan Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? Jawabnya : Dia adalah seorang lelaki
seperti lelaki yang lainnya.Tetapi bedanya beliau seorang yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan tersenyum (HR Ibnu Asakir & Ishaq ).
Jika merasa belum lengkap dengan contoh nyata dari kehidupan rumah tangga beliau, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menegaskan
secara khusus pada umatnya untuk berlaku romantis pada pasangannya.
Beliau bersabda : Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah yang terbaik pada istri dari kamu
sekalian . (HR Tirmidzi & Ibnu Hibban)$. Tidak tanggung-tanggung, bahkan Al-Quran juga telah mengisyaratkan hal yang senada : Dan bergaullah dengan
mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, maka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak ( QS An-Nisa ) Syarat untuk menjadi terbaik, harus berbuat baik terlebih dahulu kepada istri. Berbuat baik itu luas dan banyak peluangnya.
Dari yang sekedar tersenyum, meremas jari tangan, bahkan hingga merawat pasangan kita saat sakit sekalipun. Subhanallah, bermesraan dengan istri itu membahagiakan hati
dan menghapus segala gundah. Dan ternyata bukan itu saja, Islam juga menjadikan kebaikan, kemesraan, dan romantisnya seseorang terhadap pasangannya sebagai ladang pahala,
bahkan kunci surga di akhirat kelak.
Apakah maksud kunci surga itu ? Semoga dua hadits di bawah ini cukup bisa memberi jawaban bagi kita.
Dari Hushain bin Muhshan bahwa bibinya datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, lalu beliau bertanya kepadanya, Apakah engkau mempunyai suami ?
Dia menjawab ;Punya, Beliau bertanya lagi: Bagaimana sikapmu terhadapnya ? Dia menjawab, aku tidak menghiraukannya, kecuali jika aku tidak mampu. Maka beliau
bersabda : Bagaimanapun engkau bersikap begitu kepadanya ? Sesunggguhnya dia adalah surga dan nerakamu) (HR Ahmad).
Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda : Siapapun wanita yang meninggal dunia sedangkan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya,
maka ia masuk surga. (HR. Hakim & Tirmidzi) ,
Ternyata, istri bisa masuk surga karena suami, begitu pula sebaliknya. Kalau masuk neraka ? Wal iyyadzh billah.,1 Walhasil, seharusnya visi awal
sebuah pernikahan adalah bagaimana menjadikan pasangan kita salah satu kunci-kunci surga bagi kita. Karena masuk surga itu penting, tapi lebih penting
lagi masuk surga rame-rame dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Apakah bisa disebut bahagia jika kita menyaksikan orang-orang yang kita
cintai dalam keadaan menderita ? Tidak sekali-sekali tidak.

Romantis Tanpa Ragu
Kembali ke teman-teman saya, para aktifis dakwah. Masih dalam keraguan, saya berandai-andai semoga bukan prasangka bahwa kebanyakan
dari mereka phobi dengan romantis karena beberapa hal. Ada beberapa pandangan negatif tentang romantis yang seringkali terbersit dalam pikiran
kita, atau setidaknya yang bisa dijadikan alasan untuk gamang dalam menerima mazhab romantis ini. Anehnya, saya berharap semoga dugaan saya
ini tidak benar.

PANDANGAN PERTAMA,
bahwa romantis dengan istri cenderung melalaikan seseorang dari zikir kepada Allah. Lebih parah lagi, alokasi waktu untuk beromantis ria bersama istri,
bisa melambatkan agenda dan kerja-kerja dakwah.Sebenarnya wajar juga jika ada yang berpikiran seperti ini. Ada beberapa statement dari Al-quran dan hadits yang
mengisyaratkan tentang hal ini, salah satunya ayat tentang prioritas cinta di bawah ini, insya Allah cukup representatif :
Katakanlah, Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cinta dari pada Allah Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang fasik (QS At- ).
Sudah semestinya kita berhati-hati dengan fitnah istri atau suami pasangan hidup. Al-quran sendiri mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan
pasangan kita menjadi musuh-musuh kita. Fakta sejarahnya, ingat-ingat cerita tentang Nabi Luth as dan Nabi Sholih as. Tengok sejenak tafsir surat At-Tahrim
atau buku tentang kisah para Nabi. Anda akan menemukan kedua orang shalih itu mendapati istri-istrinya sebagai musuh suaminya dalam dakwah. Bukan
saja memalingkan dari zikir kepada Allah, tapi justru menghalangi dakwah suaminya. Naudzubillah. Saya jadi takut membayangkan para ikhwah pengantin
baru yang tiba-tiba saja sering absen atau telat dalam acara-acara dakwah. Jangan-jangan karena mereka sedang praktek romantis ?
Baiklah, syubhat ini perlu beberapa penjelasan. Semoga Anda tidak bosan.
Yang pertama, semua sepakat bahwa seromantis apapun kita, tidak boleh melalaikan kita dari mencintai Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Lalu
bagaimana caranya ? bukankah romantis itu cenderung melalaikan ? Kalau boleh menjawabnya, saya teringat sebuah hadits yang mengisahkan tentang
kerisauan Hanzhalah ra dan Abu Bakar as Shiddiq ra. Mereka saling curhat tentang kondisi ruhiyah mereka yang naik turun. Naik saat mendengar tausiyah
dan taujih dalam majlis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, dan turun saat berkumpul dan bermain bersama anak istri. Saat mereka mengadukan hal ini
pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, beliau bersabda : " Demi zat yang diriku dalam kekuasaannya. Sesungguhnya kalau kamu senantiasa menepati apa yang
pernah kamu dengar ketika bersamaku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan menjabat tanganmu di tempat-tempat tidurmu dan dijalan-jalan kamu. Akan
tetapi wahai Hanzhalah, sesaat (begini) dan sesaat (begitu) Beliau mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.{ HR Muslim )**
11 HR Muslim (IV/2106) nomor (2749) ; HR Ahmad (IV/346) ; HR Tirmidzi (IV/666) nomor (2514) , ia berkata ; Hadits hasan shahih
Ternyata romantis memang ada waktunya. Tidak bisa anytime anywhere, setiap saat dan setiap tempat. Ada batasan yang harus diindahkan. Saat azan
shalat berkumandang, saat panggilan jihad membahana, dan saat jiwa raga kita dibutuhkan untuk dakwah, saatnya energi romantis diubah menjadi semangat
berjuang dan berkorban ! Jadi, rasanya tidak perlu takut untuk romantis, tinggal pintar-pintar saja mengkondisikan waktu dan jiwa kita. Yang harus kita
takuti justru ketika kita berada pada kondisi overcrowded ; Romantisnya tidak, mengingat Allah juga tidak !
Yang kedua, jika selama ini ada kekhawatiran bahwa romantis bersama istri akan melalaikan kita dari mengingat Allah, lalu mengapa tidak kita pakai
analogi terbalik ? Bahwa dengan sesuatu yang romantis kita bisa mengingat Allah. Atau bahwa mengingat Allah, berzikir bersama istri kita justru akan
menjadi suatu hal yang luar biasa romantis ? Ada satu contoh tentang ini dalam sebuah hadits :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda : Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu sholat, dan ia
membangunkan istrinya lalu istrinya pun sholat. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Allah Swt merahmati seorang wanita yang bangun
di malam hari lalu sholat, dan ia membangunkan suaminya lalu suaminya pun sholat. Jika suaminya enggan, maka ia memercikkan air ke wajah suaminya. (HR Ibnu
Khuzaimah). Subhanallah, inilah salah satu bukti konkrit betapa sesungguhnya ada celah-celah dan tuntunan untuk romantis dalam beberapa ibadah kita.
Membangunkan istri untuk mengingat Allah, romantis yang nyunah dan romantis yang berpahala. Lebih jauh lagi, romantis yang akan memenuhi kalbu
kita dengan berzikir, dan bertasbih kepada Allah, bukan melalaikannya sebagaimana kekhawatiran kita selama ini.
Shahih Ibnu Khuzaimah (II/183) nomor (1148) ; Shahih Ibnu Hibban (VI/306) nomor (2567) ; HR Abu
Daud (II/33) nomor (1308) ; HR Nasa'I (I/411) nomor (1300); HR Ibnu Majah (I/424) nomor (1336)

Yang ketiga, Islam memberi tuntunan kepada kita, bahwa kesibukan seseorang dalam beribadah, hendaknya tidak melalaikan hak-hak istri atas
suaminya. Tawazun atau proporsional dalam beribadah, begitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam senantiasa menekankan. Ketika tiga kumpulan
sahabat dengan bersemangat hendak meniru kuantitas ibadah nabi Shallallahu Alaihi Wassalam ; yang pertama berazam untuk bangun malam terus dan tidak
tidur, yang kedua berazam untuk berpuasa terus dan tidak akan berbuka, sementara yang ketiga bertekad menjauhi istrinya agar khusyuk dalam
beribadah, maka apa kata Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam tatkala mendengar hal ini ? Raut wajah beliau berubah tanda ketidak setujuan, lalu bersabda : Aku
ini adalah orang yang paling tahu siapa Allah dan yang paling takut kepada-Nya diantara kamu, tetapi aku ini bangun malam dan tidur. Aku juga berpuasa dan
berbuka. Dan aku pun kawin dengan sejumlah perempuan Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pun melanjutkan dengan sebuah statement yang mencerminkan kemarahan beliau atas tingkah para sahabatnya ini : Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, berarti dia bukan dari golonganku. ( HR Muttafaq alaih dari Anas bin Malik ).
Subhanallah, betapa indah dan adilnya syariat Islam. Pada satu sisi menyuruh kita untuk memprioritaskan cinta pada Allah, Rasul dan Jihad, sementara pada sisi yang lain memperingatkan dengan keras terhadap mereka yang melalaikan hak-hak istri mereka, meski atas nama cinta pada Allah dan Rasulnya !
13 HR Muslim (II/1020) nomor (1401) ; HR Bukhori (V/1949) nomor (4776).
Bahkan Aisyah ra pernah menceritakan bagaimana Rasulullah menjaga hak-haknya sebagai istri, meski untuk bermunajat kepada Rabbnya. Aisyah
mengatakan : Suatu malam, ketika beliau tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, beliau berkata. Wahai Aisyah, izinkan aku
beribadah kepada Tuhanku . Aku berkata, Sesungguhnya, aku senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.
Rasulullah pun bangkit berwudhu dan sejenak kemudian tenggelam dalam munajat dihadapan Rabb-nya dengan air mata khauf membasahi bumi,;.
Menakjubkan, jika seorang Rasulullah minta ijin pada istrinya ditengah kemesraan mereka untuk qiyamul lail dan bermunajat, maka apa lagi yang
membuat kita ragu-ragu untuk romantis dan mesra pada pasangan kita ?

Yang keempat, manusia diciptakan untuk beribadah, setiap gerak laku kita dituntut untuk membuktikan penghambaan kita kepada Allah sang
pencipta. Maka, tak perlu ragu untuk menjadikan romantis pada pasangan sebagai bentuk ibadah. Bukankah jelas-jelas Al-Quran telah mensupport kita
untuk berbuat maruf pada isteri ? Tidak juga kita lupa betapa banyak hadits shahih yang menjelaskan secara detil perintah dan wacana untuk mesra dengan
istri ? Simak salah satu contohnya : Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah saw mengomentari pernikahannya dengan seorang janda: Mengapa tidak seorang
perawan (yang engkau kawini) ? sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia juga bisa bermain denganmu. (HR Bukhori & Muslim),
Walhasil, niatkan saja romantis kita dalam rangka mentaati perintah Allah swt dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Itulah
hakikat ibadah ; niat tulus dan cara yang benar.
14 Diriwayatkan oleh At-Thohawy dalam Musykil al-Atsar (X/236) dari Atho' bi Abi Rabah , ( Lihat :
Kitab Al-Bayan Wa At-Ta'rif , Ibrahim bin Muhammad Al-Husaini , (I/313)
15 QS An-Nisa 19 : Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan maruf / baik
16 HR Muslim (II/1088) nomor (715) ; HR Bukhori (II/379) nomor (1991)

Selesai penjelasan tentang syubhat pertama. Mari sejenak merenung. Semoga ada guratan-guratan diwajah kita yang berkurang, memuai. Bukan
malah bertambah.

PANDANGAN KEDUA
Ada yang mengatakan bahwa untuk disebut romantis, biasanya mengikuti cara-cara orang kafir (baca : barat). Contoh yang
paling ringan adalah memberi bunga atau coklat, hingga menari atau berdansa. Dari sini akan muncul kekhawatiran, bahwa perilaku romantis kita
adalah ikut-ikutan gaya barat, sementara Rasulullah jauh-jauh hari telah memperingatkan kita dalam masalah ini. Beliau mengatakan, Barang siapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka (HR Abu Dawud)*. Hasil dari sisi pandang seperti ini, jangan heran kalau kita temukan ada yang
ragu-ragu memberi bunga atau coklat pada pasangannya. Khawatir di sebut ikut-ikutan gaya barat.
Astaghfirullah, pasti diantara kita tidak akan rela ikut disebut dalam barisan kekufuran. Sementara romantis, katanya banyak meniru cara-cara
mereka. Benarkah seperti itu ? baiknya kita tilik lebih jauh permasalahannya ; Pertama, bahwa penekanan tasyabuh (penyerupaan) dalam hadits di
atas lebih banyak pada tasyakkul atau penampilan dan aktifitas lahiriah. Ini sebagaimana Rasulullah memerintahkan kita untuk memelihara jenggot dan
mencukur kumis agar berbeda dengan kaum penyembah api Majusi. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda : Berbedalah dengan
kaum musyrikin, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis { HR Muslim)*. Masih seputar penampilan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam juga menyuruh kita
untuk menyemir rambut, agar berbeda dengan ahlu Kitab, Yahudi dan Nasrani. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda :
Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka ( HR Bukhari & Muslim ),. Masih banyak
lagi hadits lain yang menegaskan perintah untuk berbeda dengan orang kafir. Bukan disini untuk membahas semua itu lebih jauh.
Selanjutnya, yang disebut larangan untuk tasyabuh dalam hadits di atas, adalah penyerupaan dengan sesuatu yang menjadi ciri khas orang kafir.
Contoh yang lagi menjamur sekarang adalah, banyak anak muda dengan bangga memakai kalung salib atau lambang bintang lima ala Zionis Yahudi di
lehernya. Atau juga, karyawan muslim di pusat perbelanjaan, yang ikut-ikutan pakai kostum Sinterklas di penghujung tahun. Naudzubillah.
Menyerupai, meniru atau memakai atribut yang menjadi ciri khas kaum kafir, itu yang dilarang. Ini berarti, kita tidak bisa sembarangan asal tunjuk
bahwa ini, bahwa itu, adalah perbuatan tasyabuh sebagaimana yang dikecam dalam hadits. Permasalahannya memang masih terus berkembang. Karena saat
ini banyak hal yang awalnya mungkin adalah produk peradaban barat atau orang kafir, namun sekarang berubah menjadi sesuatu yang wajar, mendunia,
dimana setiap orang komunis sekalipun- bisa memakainya. Alias tidak lagi menjadi ciri khas kaum tertentu. Contohnya ; penggunaan setelan jas dan dasi.
Bisa jadi ini dulu produk barat, tapi sekarang tidak lagi bisa membedakan siapa dan apa ideologi pemakainya. Dari pendeta, ulama, hingga koruptor bahkan
seorang penjahat sekalipun sekarang banyak yang tampil dengan setelan jas berdasi.
HR Muslim (III/1663) nomor (2103) ; HR Bukhori (III/1275) nomor (3275)
Nah, dengan demikian memberi bunga dan coklat pada pasangan sungguh tidak pas dikatakan sebagai tasyabuh. Meski demikian kita tetap harus
hati-hati. Ini bisa benar-benar menjadi "tasyabuh" ketika memberikan bunga dan coklat pas hari Valentine plus atas nama merayakannya.
Kedua, Mengenai masalah tampil beda dengan kaum kafir ini, Dr. Yusuf Qaradhawi dalam bukunya al-Halal wal Haram menuliskan : Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam memerintahkan kaum muslimin agar berbeda dengan mereka, karena beliau ingin mendidik kaum muslimin supaya memiliki
kepribadian tersendiri berbeda secara lahir dan batin, berbeda kejiwaan dan simbol lahiriyahnya. Masih dalam kitab yang sama, beliau juga menukil
perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini. Beliau menyatakan : Al-quran, as-Sunnah, dan Ijma memerintahkan agar berbeda
dari orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara total. Adalah benar bahwa Rasulullah banyak sekali dalam haditsnya memerintah
kita untuk berbeda dengan orang kafir, bahkan dalam urusan jimak sekalipun. Hingga orang-orang Yahudi pada waktu itu berkomentar sinis : Lelaki ini
(Nabi Muhammad saw) bermaksud tidak akan membiarkan sedikitpun dari urusan kita, melainkan ia selalu mengambil jalan berbeda ( HR Muslim).
Nah, berbeda secara simbol lahiriah dengan orang kafir itu harus. Namun ini tidak menafikkan urgensinya berbeda dengan mereka dari sisi batin. Sisi
ideologi, semangat, pola pikir, izzah dan sebagainya.
Ini hampir senada dengan hadits Islam dimulai dengan sebuah keasingan, dan akan kembali menjadi asing (HR Muslim dari Abu Hurairah) . Pemahaman
tentang Islam yang asing ini bukan berarti asing karena beruzlah, jauh dan menutup diri dari masyarakat. Kalau yang dimaksud seperti ini, berarti tidak
ada kewajiban dakwah dong !. Asing di sini adalah asing dari sisi keyakinan, pola pikir dan amal yaumiyah::. Asing, namun dengan penampilan dan
intensitas pergaulan yang cukup dekat dengan masyarakat yang di dakwahinya. Kalau istilah fikih dakwahnya; yakhtalitun walakin yatamayyazuun ;
bergaul tapi tetap bisa menjaga identitas dan kualitas diri sebagai dai. Bagai ikan di air laut, demikian kata pepatah ; meski hidup di air yang asing,
selamanya tak pernah ikut berasa asin.
Tentang romantis dengan aktifitas seperti yang dilakukan orang barat, lagi-lagi kita dituntut untuk meluruskan niat kita. Innamal a’maalu bin niyat:;.
Bukankah segala sesuatu bergantung pada niatnya ?. Dua orang sama-sama memberi bunga pada istrinya. Jika yang satu niatnya meniru ekspresi cinta
gaya barat dan yang lainnya benar-benar tulus ikhlas untuk membahagiakan istri fillah, maka jelas terasa bedanya. Beda di dunia dan jelas beda di akhirat
nanti.
Ketiga, Sebuah kaidah fikih menyatakan ; al-Asl fil al-Assya al-Ibahah (Segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah / boleh ). Ini berarti dibutuhkan
nash atau dalil khusus, jika ingin menganggap sesuatu itu haram dan harus dijauhi. Tidak sembarangan mengatakan ini tasyabbuh, ini haram dan lain
sebagainya, tanpa didukung dengan argumen syari. Seperti kasus teknik dan adab berhubungan badan dengan istri, Al-Quran menyatakan : Istri-istrimu
adalah (seperti) ladang tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS Al- 2.)
Lihat, aturan awalnya adalah : Anna syitum !! Bagaimana saja kamu kehendaki. Kapan saja dan dimana saja, silahkan bersedekah (berjima-red) pada istri-istri
Anda. Namun kemudian, ternyata ada batasan-batasannya ; Bisa kapan saja, kecuali saat haid, nifas, dan saat ihram dan berpuasa. Bisa dimana saja, kecuali
jalan belakang (baca-dubur). Yang perlu dicatat, bahwa semua batasan yang ada didukung dengan ayat dan hadits-hadits dengan kualitas shahih. Bukan
sekedar mengada-ada atas nama feeling apalagi hawa nafsu. Sederhananya, jika romantis dalam rangka berbuat baik dan membahagiakan isteri , bisa dengan cara apa saja, kapan saja, dan bagaimana saja, sejauh tidak melanggar batasan-batasan syariat yang telah digariskan.

Keempat, Sebagai catatan tambahan, tidak semua yang berasal dari barat itu haram atau tercela. Kita bisa mengambil sesuatu darinya, hal-hal yang
menyangkut keduniaan dan hubungan muamalat. Bahkan suatu ketika Rasulullah hallallahu Alaihi Wassalam sendiri pun pernah mengambil pelajaran
dari kebiasaan Persi dan Romawi dalam masalah hubungan badan dengan istri. Dari Aisyah ra, Rasulullah bersabda : Sesungguhnya aku ingin melarang
ghilah (berhubungan badan dengan istri yang masih dalam masa menyusui bayinya) ?, tetapi kemudian aku melihat bangsa Persi dan Romawi melakukannya,
namun tidak membahayakan anak-anak mereka sedikitpun { HR Muslim)
Selain hal di atas, masih lekat dalam ingatan kita bahwa salah satu faktor kemenangan kaum Muslimin dalam perang Khandaq adalah pembuatan parit.
Penggalian parit sebagai strategi perang adalah kebiasaan orang-orang Persia. Bangsa Arab tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Sahabat Salman al-
Farisi lah yang mengusulkannya dan diterima oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, dan berbuah kemenangan.
Dua peristiwa di atas, adalah sebuah kenyataan sejarah yang sejalan dengan isyarat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam haditsnya : Hikmah
itu adalah miliknya orang mukmin yang hilang, jika ia menemukannya maka ia lebih berhak atasnya ( HR Tirmidzi) !. Saat ini, mau tak mau nampaknya kita harus
banyak belajar dari barat yang sedang memegang peradaban- khususnya pada bidang-bidang yang mempunyai nilai strategis untuk kemaslahatan umat
Islam, dan juga untuk meninggikan kalimat Allah dimuka bumi ini ( Li Ilaa kalimatillah ). Saat ini tidak perlu ragu untuk belajar kimia, kedokteran, militer
dan sebagainya, asalkan dengan niat yang tulus ; untuk kejayaan Islam.

Romantis,--atau apapun istilah untuk menyebut berbuat baik dan membahagiakan istri adalah diperintahkan dalam Islam. Bukan karena
istilah terminologisnya yang berbau barat, lantas kita menjauhinya tanpa melihat esensinya. Kasus ini mengingatkan kita dengan istilah sosialis,
demokratis, dan humanrights yang secara bahasa berasal dari barat, padahal secara esensi Islam telah lama mengajarkan nilai-nilainya. Berjiwa sosial,
penghargaan atas hak-hak manusia, serta kehidupan yang demokratis adalah bukan barang baru dalam khazanah masyarakat Islam. Untuk kasus-kasus
yang seperti ini, kita perlakukan sebagaimana istilah Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Ushul Isyrinnya ; Al Ibroh bil Musammayaat La bil Asma ( Pelajaran
yang dianggap penting itu ada pada esensi di balik suatu nama (istilah), bukan nama (istilah) itu sendiri )

Kelima, ini yang terakhir. Jika penjelasan di atas dirasa belum mampu menjawab syubhat tentang romantis ala barat, maka saya mengajak Anda
untuk mencukupkan diri dengan romantis ala Rasulullah. Tidak kurang dari puluhan hadits memberikan gambaran utuh suasana romantis dalam rumah
tangga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat. Anda bisa mengikuti semua itu tanpa ragu. Dalam Islam kita tidak diperintahkan untuk
melakukan sesuatu dalam keraguan. Rasullah mewasiatkan pada kita tentang hal ini : Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, dan ambillah apa-apa yang tidak
kau ragukan ( HR.Tirmidzi) ,. Dalam khazanah fikih pun, dikenal kaidah Ittiqoou Syubhat , khosyatal wuqu filharoom yaitu sikap untuk menjauhkan diri
dari segala syubhat, karena takut akan terjerumus pada hal-hal yang diharamkan. Jadi, tidak perlu belajar romantis dari barat, praktekkan saja apa yang
telah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat gambarkan tentang romantis, niscaya kita pun akan terengah-engah untuk
mewujudkannya.Kerana begitu banyak hal-hal romantis yang begitu jelas beliau tampilkan dalam kehidupan rumah tangganya. Bahkan seorang
pengantin baru pun, belum tentu bisa sekreatif beliau dalam masalah romantic ini. Telusuri hadits-hadits beliau tentang romantis, insya Allah anda akan
mendapatkan banyak inspirasi dalam memaknai romantis secara lebih luas.
28 Majmuatur Rosail, Risalatut Taklim, Ushul ke 7 dari 20 Prinsip
29 Shahih Ibnu Hibban ( II/498) nomor (722) ; HR Hakim dalam Al-Mustadrok (II/15) nomor (2169) ,ia
berkata : isnadnya shahih ; HR Tirmidzi (IV/668) nomor (2518), ia berkata : hasan shahih

Alhamdulillah. Perkenankan saya tutup pembahasan ini dengan Wallahu a’lam bisshowab. Semoga gurat Anda sedikit tercerahkan. Romantis
tanpa ragu, demikian saya menyebutnya

Romantis Tak Kenal Lelah
Berikutnya, ada pembahasan unik tentang romantis yang tak kalah menarik di banding dua hal diatas. Kita sering mendengar, bahwa romantis
hanya berlaku pada usia muda saja. Mereka yang pengantin barulah yang paling berhak melakukan hal-hal yang indah itu. Sementara mereka yang
menginjak dewasa dengan segenap kesibukannya, atau bahkan mereka yang telah renta dimakan usia tidak wajar jika harus bermain-main dengan aktifitas
yang berlabel romantis. Seperti kata I love you misalnya, jika diucapkan oleh mereka para bapak atau kakek kita, maka minimal sepintas hati kita akan
tersenyum mentertawakannnya. Atau bahkan terharu ? Subhanallah. Kasus lainnya, saat kita melihat sepasang pengantin baru terlihat mesra
dan romantis, maka dengan mudahnya kita akan menyimpulkan ; maklum masih pengantin baru, belum merasakan pahit getirnya hidup berumahtangga.
Seperti itu kah yang sering ada dalam pikiran kita ? Apakah romantis yang bisa kadaluarsa itu benar ? Atau jangan-jangan sikap mental kita yang kalah dan
apatis dalam memperjuangakan romantis dalam rumah tangga kita ?
Baiklah, rasanya pembahasan ini tidak perlu terlalu panjang. Setidaknya ada dua hal yang layak kita jadikan pertimbangan untuk menentang pandangan seperti di atas.

Yang pertama, cukuplah bagi kita untuk menyadari bahwa potret romantis rumah tangga nabawi -- yang begitu banyak tergambar dalam haditshadits
shahih dilakukan oleh seorang suami yang berusia lebih dari setengah abad. Bahkan hampir sebagian ummahatul mukminin adalah para janda yang
berusia tidak muda lagi. Sebut saja Saudah binti Zumah yang karena merasa sudah sangat uzur, memberikan hari gilirannya pada Aisyah ra. Akan tetapi,
pernahkah Anda mendengar saat Aisyah dan Saudah ra di hadapan Rasulullah saw saling bercanda mengoleskan makanan pada wajah satu sama lainnya.
Seolah mereka adalah muda-mudi yang tengah menikmati manisnya cinta ? Saudah pula yang mempunyai banyak guyonan yang kerap membuat
Rasulullah saw tersenyum bahkan tertawa. Ada juga yang namanya Ummu Salamah, janda dari Abu Salamah yang bijak dan berusia senja. Bahkan,
tidak kurang penghulu wanita di surga, hadijah binti huwailid menemani Rasulullah saw selama sekitar 0D tahun kehidupan rumah tangga,
dalam usianya yang cukup renta. Beliau dinikahi Rasulullah saw pada usia ;1 tahun, dan meninggal dunia pada usia ED tahun.
Ingat cerita romantis hadijah ? Saat dengan penuh kasih sayang memeluk dan menyelimuti Rasulullah saw yang masih terguncang karena baru saja
menerima wahyu pertama. Bahkan diriwayatkan saat tersebut hadijah juga memangku suaminya tercinta itu di atas pahanya.=, Tahukah Anda berapa usia
hadijah saat itu ? Limapuluh lima tahun. Pada kenyataannya, hanya tiga orang saja dari para ummahatul mukminin, yang masih bisa terbilang berusia muda saat
menjalani kehidupan rumah tangga bersama Rasul saw. Ada Aisyah ra yang dinikahi pada usia L atau ,, tahun. Ada pula Shofiyah Binti huyai, putri dari yahudi Bani nadhir
yang dinikahi pada usia ,I tahun. an ada pula Juwairiyah binti +arits bin hiror putri pemimpin Bani Mustholaq, yang kerap membuat Aisyah ra cemburu karena kecantikannya.
Ingat cerita Aisyah ra, saat ia masih bertubuh kecil dan adu cepat dalam lari bersama Rasulullah saw. Apa yang terjadi setelah waktu lama berlalu dan
tubuh Aisyah ra menjadi lebih gemuk ? Tanpa ragu sedikitpun Rasulullah saw kembali mengajaknya berlomba lari di depan para sahabatnya.=0
Begitulah, dan cerita-cerita romantis dalam rumah tangga nabawi ini bergulir begitu saja. Tanpa pandang usia dan raga. Sekalipun Rasulullah saw
adalah manusia paling berat amanahnya, paling padat aktifitasnya, namun beliau tetap menjaga suasana rumah tangganya agar tetap ceria. Lantas, apakah
kita yang hanya mengemban sejengkal amanah dan usia baru beranjak dewasa, tiba-tiba mengatakan bahwa romantis is expired alias kadaluwarsa ?
Astaghfirullah.

Yang kedua, Sudah menjadi karakter dari setiap perintah Allah swt, bahwa kita dituntut untuk melakukannya secara istiqomah. Kontinyu atau
terus menerus, sepanjang hayat masih dikandung badan. Tidak ada istilah cuti dalam tuntutan untuk berbuat kejujuran, bersedekah, tersenyum dan perbuatan
mulia lainnya. Bahkan seorang muslim harus benar-benar mengisi dan memanfaatkan waktunya dalam mengoptimalkan setiap perintah Allah, sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Mari kita tinjau sejenak beberapa ayat yang senantiasa menegaskan bahwa berbuat kebaikan atau amalan tertentu,
selayaknya dilakukan pada setiap saat dan setiap tempat. Dalam keadaaan apapun dan bagaimanapun. Ketika muda, bahkan saat tua sekalipun.
Anjuran untuk berjihad dalam berbagai kondisi. Saat sehat ataupun sakit. Saat muda belia ataupun telah renta. Allah swt berfirman : Berangkatlah
kamu (untuk berperang) dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat (QS At-" )* Anjuran untuk berinfak dan sedekah dalam berbagai kondisi. Saat kaya
maupun miskin. Saat sukses ataupun bangkrut. Saat laba maupun rugi. Allah swt berfirman : (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di
waktu lapang maupun sempit (QS A *2) Anjuran untuk berinfak di setiap waktu. Siang dan malam, diketahui orang ataupun tidak. Allah swt berfirman : Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari, secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya QS Anjuran untuk berdzikir setiap saat sepanjang hari. Allah swt berfirman : ..dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada
waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang QS " *2* Anjuran untuk berdzikr dalam berbagai keadaan. Allah swt berfirman :
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring.

*,*
Anjuran untuk tak kenal lelah dalam berdakwah. Allah swt berfirman :(Nabi) Nuh berkata : Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
(berdakwah) malam dan siang QS ( 6
Lebih jauh, Rasulullah SAW juga menekankan masalah konsisten dalam sebuah proyek amal, apapun bentuknya. Dari Aisyah ra, Beliau bersabda : "
Amal yang paling dicintai di hadapan Allah SWT adalah yang berkelanjutan, meski sedikit " ( HR Muslim)
Nah, lebih jelas bukan permasalahnnya. Begitu pula dengan perintah untuk berbuat baik pada pasangan kita. Berbuat romantis serta membahagiakannya,
juga harus istiqomah. Saat siang romantis, malam lebih romantis. Saat sehat romantis, sakit harus romantis juga. Saat miskin romantis, apalagi saat kaya !
Saat gembira terlihat mesra, saat sedih tetap romantis. Saat muda bisa hyper romantis, saat tua menjadi super romantis !
Walhasil. Boleh jadi raga kita menua, rambut kita memutih dan jiwa kita mulai bosan, tapi romantis lah yang akan membuat hidup kita lebih berwarna,
atau bahkan kembali muda. Sederhananya, sikap mental untuk menyerah dalam hal romantis saat usia kita beranjak tua, sama sekali bukan hal yang bisa
dimaklumi. Apalagi mengatakan bahwa romantis hanya untuk para pasangan muda, sama sekali ini tidak berdasar. Biarkan romantis ini berjalan terus. Tak
kenal lelah dan menyerah. Wallahu alam

Sebuah Kampanye Romantis

Awalnya adalah keraguan.
Lalu berubah menjadi sebuah buku seperti di tangan pembaca sekalian. Buku ini lebih mirip disebut kampanye romantis dari pada sebuah panduan..
Terus terang, saya mengajak Anda semua untuk sebuah romantis yang sederhana, romantis yang tak kenal lelah, bahkan romantis yang berujung
surga. Mari sama-sama meluruskan niat dan terus berusaha. Karena saya sendiri masih terus belajar untuk romantis dan lebih romantis lagi. Kelak saya
ingin istri saya juga berkata jujur : Sungguh, semua tentang suamiku menakjubkan ! Adapun saya, juga akan berujar tentangnya, sebagaimana Rasulullah saw
mengungkapkan kesannya tentang Khadijah ra : Sungguh aku telah diberi rizki mendapatkan cintanya ! (HR Muslim)2)
Sejujurnya, dalam buku ini saya mencoba menginventaris, mengumpulkan hadits-hadits dan keping-keping kisah romantis di jaman Rasulullah saw dan para sahabatnya, kemudian mengajak Anda untuk bersama-sama mentadaburinya. Selebihnya adalah kisah para Nabiyullah bersama istri-istri mereka radhiyallahu anhum. Selebihnya lagi, adalah
ungkapan atau usulan pribadi penulis dalam usaha memaknai romantis secara lebih luas dan lebih beragam, sesuai dengan aturan syariah yang ada. Tentu
saja ini dibatasi dengan pemahaman penulis yang masih begitu kerdil, sempit, dan membutuhkan waktu yang tak pernah usai untuk terus belajar dan
berproses. Semoga Allah mengampuni dan semoga Anda memaklumi.Akhirnya, Barakallah kepada para pengantin baru. Buku ini banyak
ditujukan pada mereka. Agar lebih cepat proses saling mengenal. Agar lebih berani dan tidak ragu-ragu dalam memulai interaksi. Agar lebih cinta, lebih
mesra, sayang, dan tentu saja menjadi lebih romantis. Berani nikah berarti berani untuk berbuat romantis terhadap pasangan kita. Banyak jalan menuju romantis.
Jangan ragu. Sementara bagi mereka yang telah lama berpadu mengarungi bahtera rumah tangga, buku ini menantang Anda untuk lebih
kreatif dan inovatif dalam membahagiakan pasangan. Siapapun Anda, semoga tulisan ini menjadi inspirasi romantis yang tak kenal lelah dan tanpa ragu lagi.
Jadi, ternyata romantis itu milik Anda semua. Tapi banyak kita yang belum menyadarinya.

Hatta Syamsuddin, Lc

KISAH ZAINAB BINTI MUHAMMAD R.A.

Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan
iman.

Zainab dilahirkan apda tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu’minin Khadijah meminang untuk pute- ranya, Abil Ash bin Rabi’. Semua pihak setuju dan ridha. Zainab binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi’. [Ibnu Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam.

Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhan- nya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisah- kan antara keduanya.

Abil Ash tetap membangkang dan berkata :"Tidak akan terca- pai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku." Adapun Zainab, maka dia ber- kata :"Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani."

Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada kedua- nya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."

Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk meme- rangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi', bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanan- nya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, beliau merasa iba hatinya dan bersabda :"Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepas- kannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembali- kannya kepada beliau di Madinah.

Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini. Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab ke- padanya, akan tetapi untuk berkata keapdanya :"Kembalilah kepada ayah- mu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki- laki Anshor.

Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekua- saan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpe- gang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita ter- pelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang peng- habisan."

Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keper- luanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang- orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun ber- siap-siap."

Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi' menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah meng- ambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab di waktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ?

Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali me- nemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang, dia mengalami keguguran kandungannya.

Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah, tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanah- nya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rom- bongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki, tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu." Maka Kinanah menahan panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelum- nya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu."

Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan tidak dapat bertemu.

Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ?

Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah me- lindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ter- nyata, Zainablah yang berseru itu.

Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mende- ngar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteri- ku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Nabi SAW terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT.

Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan-Nya kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."

Mereka berkata :"Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash." Beberapa orang di antara mereka berkata :"Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik ?" Abil Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku."

Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran yang tidak meninggalkannya.

Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab :"Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata :"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, ke- cuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikan- nya, maka aku masuk Islam."

Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."]

Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan men- dapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.

Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah mening- galkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah meng- herankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam : “Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya.”

Thuq al-Hamamah

Cinta, Cinta, Cinta. Dalam Cinta, mula-mula engkau bermain-main dan akhirnya sungguh-sungguh. Kedalaman makna cinta sangatlah indah dan agung. Kata-kata semata tak kuasa menggambarkan segenap keindahan dan keagungannya. Hakikatnya tidak dapat kecuali dengan pengamatan dan penjiwaan yang mendalam. Cinta tidak dimusuhi agama dan tidak dibenci syariat.

Mereka yang tak mengenal cinta mencelamu
Sungguh cintamu padanya adalah kewajaran
Mereka bilang, cinta telah membuatmu hina
Padahal ia orang yang paling paham agama

Kukatakan pada mereka, mengapa mencelanya
Karena ia mencintai dan dicintai sang kekasih

Jangan berlagak suci; menyebut cinta sebagai dusta
Bahkan Muhammad pun tak akan mencela pecinta
Dan tak pernah menghina orang yang jatuh cinta

Cinta tidak pernah lelah memberikan ilham dan pencerahan; Cinta pun tak kunjung bosan memberikan masalah dan persoalan kepada umat manusia. Jalan cinta selalu menyediakan aneka pengalaman dan pemandangan, yang indah dan mendamaikan maupun yang pedih dan menyengsarakan. Keindahan dan keagungan cinta selalu menjadi sumber inspirasi bagi penciptaan karya-karya sastra yang indah dan monumen-monumen agung. Cinta memang sangat menarik untuk dibahas. Walaupun temanya sama yaitu Cinta tetapi cara orang untuk mengungkapkan tema tersebut sangat bervariasi. Setelah sebelumnya kita membahas kitab yang dikarang oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang berjudul Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin, ada lagi kitab yang juga berbicara tentang cinta yang tak kalah menariknya yaitu kitab yang berjudul Thuq al-Hamamah yang ditulis oleh Ibnu Hazm Al-Andalusi. Secara sepintas, kedua kitab tersebut sama dalam pembahasan yaitu sama-sama membahas tentang cinta. Bahkan isinya pun juga mirip seperti pembahasan tentang hakikat cinta, tanda-tanda cinta, dan lain sebagainya. Namun, kalau diperhatikan lebih dalam, ada perbedaan yang mencolok diantara kedua kitab tersebut.

Kitab Raudhah al-Muhibbin yang ditulis oleh Ibnul Qayyim membahas cinta antara 2 jenis anak manusia tetapi dikombinasikan dengan sempurna oleh penulis antara cinta tersebut dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat jelas tergambar jika kita membaca kitab tersebut dengan penuh perhatian. Dan juga cerita-cerita yang dibawakan banyak berkisar tentang kisah Rasulullah, para sahabat, dan para Tabi'in. Dan juga di dalam kitab ini banyak sekali ayat-ayat Al-Quran, Hadits nabi, dan perkataan para sahabat dan para ulama yang menghiasi bab demi bab. Walaupun demikian, buku ini tetap sangat menarik untuk dibaca oleh para pembaca sampai selesai bahkan berulang-ulang walaupun dihiasi oleh hal-hal yang berbau agama. Karena terkadang banyak orang memisahkan antara dimensi agama dengan dimensi cinta sehingga orang tersebut agak atau bahkan malah tidak menyukai jika cinta dicampuradukkan oleh agama. Tetapi atas izin Allah, Ibnu Qayyim mampu memadukan kedua hal tersebut sehingga para pembaca mengetahui tentang cinta dan secara langsung atau tidak langsung pembaca juga diajak untuk mengetahui tentang hukum syariat tanpa harus digurui. Dan yang lebih menakjubkan lagi, penulis menulis kitab ini pada saat beliau dalam keadaan safar atau dalam perjalanan dimana beliau tidak membawa buku-bukunya dan hanya mengandalkan apa yang ada di dalam benaknya. Mungkin kita akan bertanya, bagaimana jika beliau menulis kitab ini dalam keadaan mukim (menetap) dimana beliau dapat melihat buku-bukunya. Tentu karya yang dihasilkan akan lebih bagus dari ini. Dari sini, tergambar jelas bahwa Ibnul Qayyim memiliki hafalan yang sangat bagus dan analisis yang menakjubkan.

Sedangkan kitab Thuq al-Hamamah yang dikarang oleh Ibnu Hazm lebih banyak memuat tentang cinta antara 2 jenis manusia. Di dalam kitab ini pun penulis tidak banyak membawakan ayat-ayat al-Quran dan Hadist Rasulullah. Penulis juga lebih banyak membawakan kisah-kisah dari Negeri dimana penulis hidup yaitu Andalusia yang sekarang dikenal dengan nama Spanyol. Kisah-kisah tersebut bisa berasal dari orang lain atau pun kisah dari pengalaman pribadi penulis. Penulis juga banyak membuat syair-syair yang indah yang berkenaan dengan suatu kisah. Kitab yang ditulis oleh Ibnu Hazm al-Andalusi ini pada hakekatnya merupakan permintaan seseorang kepada Ibnu Hazm agar dia menyusun sebuah catatan tentang sifat-sifat cinta, makna, sebab-sebab, hakikat dan tujuannya serta segala sesuatu yang mungkin terjadi karenanya dan apa pun yang terkait dengannya dengan apa adanya, tak kurang tak lebih. Dan memang banyak kitab yang dikarang oleh para ulama pada awalnya merupakan sebuah permintaan yang diminta oleh seseorang di dalam suatu perkara. Misalnya saja kitab Aqidah Wasithiyyah karangan Ibnu Taimiyah Rahimahullah yang awalnya merupakan permintaan seorang qadhi dari sebuah wilayah yang bernama Wasith yang meminta beliau untuk menulis sebuah risalah tentang aqidah islam yang ringkas. Dan perlu diketahui bahwa Ibnu Hazm hidup lebih dahulu dibandingkan dengan IBnul Qayyim. Beliau hidup dari tahun 384 H/994 M dan meninggal pada tahun 456 H/1064 M sedangkan Ibnul Qayyim lahir 2 abad kemudian.

Kitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Untaian Kalung Merpati; Seni mencinta dan kisah kasih sepanjang masa ini terbagi atas 30 risalah yang dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang dasar-dasar cinta yang berisi atas 10 risalah. Pada bagian ini para pembaca bisa mengetahui tentang hakikat cinta, tanda-tandanya serta kenapa seseorang bisa jatuh cinta dan bagaimana dia mengungkapkannya. Pada bab pertama ini, Ibnu Hazm mendefinisikan bahwa cinta adalah jembatan penghubung antara jiwa-jiwa manusia yang berbeda-beda kecendrungannya. Sedangkan jiwa itu sendiri pada dasarnya merupakan unsur paling luhur dalam diri manusia. Dan cinta itu timbul karena adanya kesamaan antara 2 orang baik kesamaan sifat, tingkah laku dan sebagainya karena seseorang akan merasa tenang bersama orang yang mempunyai kesamaan dengannya. Sebagaimana dalam kitab Raudhah, kitab ini juga membahas tentang tanda-tanda orang yang sedang jatuh cinta karena cinta mempunyai tanda-tanda. Orang-orang yang pandai dapat mengetahui tanda-tanda itu dan orang yang cerdas dapat menangkapnya. Tanda atau ciri yang pertama adalah pandangan mata. Mata merupakan jendela jiwa. Melalui pandangan mata, seseorang dapat mengungkap rahasia-rahasia jiwa, menyingkap pesan-pesannya, dan menuturkan kedalaman jiwanya. Pandangan seorang pecinta tidak akan berpaling sekejap pun dari orang yang dicintainya.

Tanda cinta berikutnya bisa dilihat dari pembicaraan. Seorang pecinta akan melayani pembicaraan orang yang dicintainya. Tanda lainnya bisa didapatkan dalam gerak tubuh. Gerak tubuh seorang pecinta akan bergegas menuju tempat sang kekasih berada. Tanda lainnya adalah kegamangan sekaligus keceriaan yang tampak wajah sang pecinta saat melihat sang kekasih secara tiba-tiba atau muncul secara tak terduga. Tanda lainnya yang tak kalah pentingnya adalah seorang pecinta melakukan apa saja yang diminta oleh kekasihnya walaupun sebelumnya ia tidak pernah melakukan hal itu dan tidak pernah melakukannya. Hal ini seperti sebuah syair:

Kunikmati semua pembicaraan tentang dirinya
Tercium laksana wangi kesturi yang mempesona
Ketika ia berbicara tentang sesuatu, apa pun itu
Aku bilang, tak pernah kudengar selain darimu.

Meski seandainya aku sedang bersama sang khalifah
Sungguh ia takkan mampu pisahkan aku dari kekasihku
Jika terpaksa aku harus beranjak pergi darinya, maka aku
Selalu menoleh ke arahnya, dan berjalan tanpa arah pasti
Pandangan masih padanya ketika tubuh menjauh darinya
Bak orang yang berjuang melawan arus menenggelamkan

Jika kau tantang aku: Mungkinkah kau tembus angkasa
Ya! jawabku, dan aku tahu tangga untuk menuju kesana

Bagian kedua bercerita tentang berbagai fenomena yang terjadi seputar cinta berikut sifat-sifatnya, yang baik maupun yang buruk. Di dalam bagian ini ada 12 risalah seperti dukungan teman, perjumpaan dengan sang kekasih dan lain sebagainya. Pada bagian ini, penulis menjelaskan bahwa seorang pecinta akan sangat berbahagia jika dia bertemu dengan kekasihnya dan sangat menantikan saat-saat perjumpaan itu. Seorang pecinta juga sangat merindukan agar kekasihnya selalu dekat bersamanya.

Ingin rasanya kukoyak hati ini dengan sebilah belati
Lalu ku masukkan engkau kedalamnya dan kudekap erat
Agar kau tak pernah berpaling ke lain hati
Sampai kiamat dan hari kebangkitan nanti

Kau tinggal didalamnya selama aku hidup dan jika aku mati
Kuingin kau tetap di dalamnya menemaniku dikegelapan abadi

Pada bagian ini juga penulis menulis tentang arti sebuah kesetiaan. Kesetiaan merupakan sifat mulia dan sifat utama yang mesti dimiliki oleh setiap pencinta. Semua hubungan akan menjadi jalinan utuh yang menyenangkan dan membawa kedamaian jika kedua belah pihak saling setia. Kesetiaan merupakan bukti paling kuat dan tanda paling nyata akan kesungguhan hati. Kesetiaan setiap orang berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan potensi dan sifat dasar masing-masing.

Keutamaan setiap manusia dinilai dari kesetiaan
Jangan kau cari bukti yang lain selain kesetiaan

Bagian ketiga menjelaskan tentang hal-hal yang dapat merusak hubungan cinta yaitu gunjingan orang, mata-mata, orang ketiga, perpisahan, dan lain sebagainya. Pada bagian ini penulis menjelaskan tentang sebab-sebab yang merusak cinta dan diharapkan dengan membaca bagian ini kita dapat menghindari hal-hal yang dapat merusak cinta itu sendiri. Cinta mempunyai efek yang sangat negatif jika seorang pecinta tidak dapat berjumpa atau bahkan ditinggalkan oleh kekasihnya. Pecinta tersebut akan merasakan kesedihan yang mendalam sehingga sangat mungkin akibat kesedihan itu ia akan jatuh sakit, merana, dan kehilangan semangat. Kejadian serupa ini sering terjadi dan selalu terjadi di dalam dunia percintaan. Sakit yang ditimbulkan oleh cinta berbeda dengan sakit yang ditimbulkan penyakit. Seorang dokter yang cerdik dan ahli jiwa yang cermat dapat membedakan antara keduanya.

Tanpa ilmu dokter kau blang kepadaku
Berobatlah sebab kau sedang menderita
Tak ada yang tahu sakitku selain diriku
Dan Tuahn, Pemilik sejati yang mulia

Haruskah Kusembunyikan Rasa Sakit ini
Atau kubiarkan si bodoh itu memeriksa
Wajahku pancarkan kesedihan yang nyata
Tubuhku menjadi kurus karena hati merana

Dan memang benarlah perkataan seorang teman Ibn Hazm ketika dia dan Ibn Hazm berdiskusi tentang cinta. Dalam diskusi tersebut, Ibn Hazm bertanya kepadanya,"Bagaimana jika orang yang sedang dilanda cinta itu malah jatuh sakit lantaran cinta?" Lalu, teman beliau pun menjawab,"Penyakit apa yang lebih besar dari cinta?"

Dengan membaca buku ini, para pembaca tidak saja mengetahui tentang apa dan bagaimana itu cinta, tetapi juga pembaca bisa mengetahui tentang sejarah kejayaan Islam di Andalusia (Spanyol) sampai penyerangan ke Cordova oleh Bangsa Bar-bar yang terjadi pada awal Muharram 404 H atau 13 Juli 1013 M dan Pengusiran Muslim spanyol yang berakhir ada 1613 M. Hal ini disebabkan karena penulis sering mengungkapkan keindahan Negeri Andalusia yang indah di dalam kitab ini dan adanya penjelasan yang berupa catatan kaki dari editor kitab ini. Bahkan kita bisa mengetahui tentang kisah cinta para penguasa Andalusia karena penulis memang mempunyai kedudukan dan pengaruh yang besar di Andalusia sehingga mengetahui tentang lika liku kehidupan istana. Buku ini pun di edit dengan baik oleh al-Thahir Ahmad Makki seorang guru besar sastra dan wakil dekan Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo. Beliau mengedit buku ini dengan baik dengan cara menambahkan catatan kaki tentang tokoh-tokoh yang ada di kitab ini sehingga para pembaca bisa mengetahui sejarah singkat tentang tokoh-tokoh yang tertera dalam kitab ini. Di samping itu, editor juga menjelaskan dengan singkat tentang "perjalanan" di awal kitab ini. "Perjalanan" kitab ini sangat panjang dimulai dari seorang Orientalis Belanda, Von Warner, yang menjadi duta besar di Istambul selama 22 tahun dari 1644 M sampai 1665 M yang mendapat naskah kitab ini, kemudian di terjemahkan oleh para orientalis ke dalam berbagai bahasa hingga di edit beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan naskah aslinya sampai hasil dari pengeditan yang terakhir yaitu kitab ini.

Namun, ketika membaca kitab ini terkadang kita dibingungkan oleh tulisan penulis yang bermakna ambigu. Seperti halnya penulis menulis bahwa penulis atau orang lain (laki-laki) pernah mencintai seorang pemuda. Hal ini mungkin agak membingungkan. Apa yang dimaksud dengan kata "mencintai"? Apakah kata "mencintai" itu menunjukkan makna umum seperti halnya orang tua mencintai anaknya ataukah bermakna khusus seperti halnya cinta antar 2 orang kekasih. Kalau bermakna umum, mengapa seolah-olah ditulis seperti bermakna khusus, bahkan disertai dengan syair-syair yang kalau dilihat syair tersebut lebih pantas untuk diberikan kepada cinta yang bermakna khusus. Begitu pula, karena banyaknya tokoh yang disebutkan dalam kitab ini, maka banyak catatan kaki yang ada sehingga terkadang sering membuat para pembaca kebingungan. Maka dari itulah editor berinisiatif untuk membuat sebuah kitab yang berjudul Dirasat 'an Ibn hazm wa Kitabuh Thuq al-Hamamah yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira menjadi Kajian tentang Ibn Hazm dan Buku Thuq al-Hamamah untuk membahas lebih dalam lagi tentang kitab ini. Kita harapkan penerbit kitab ini yaitu Serambi ataupun penerbit lain bersedia menerjemahkan kitab Dirasat tersebut sehingga para pembaca kitab Thuq al-hamamah lebih banyak mengambil faedah.

Dengan membaca kitab Thuq al-Hamamah dan kitab Raudhah, kita mungkin bisa berfikir bahwa para ulama Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah ini. Sebuah masalah dimana banyak seseorang salah arah di dalam hidup ini. Sebuah masalah dimana seseorang banyak terjerumus ke dalam pintu kemaksiatan. Yang dimaksud masalah disini adalah masalah Cinta. Belum lagi dengan buku-buku lain yang membahas tentang cinta yang belum diterjemahkan atau belum dibahas dalam situs ini yang ditulis oleh para ulama dan penulis Islam. Maka akan ada keyakinan yang kuat bahwa Islam merupakan agama yang penuh cinta dan kasih sayang. Hal ini dikarenakan Islam mengatur seluruh kehidupan manusia dari yang terkecil sampai yang terbesar termasuk yang menyangkut tentang Cinta. Bahkan di dalam Al-Quran sendiri pun Allah menegaskan bahwa dia adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahiim yaitu Yang Maha Pengasih dan Yang Maha Penyayang. Rasulullah pun bersabda:

"Orang-orang yang pengasih itu dikasihi oleh Dzat Yang Maha Pengasih, sayangilah makhluk yang ada di atas bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh Dzat yang berada di atas langit." (Bukhari)

Maka, adalah sangat menggelikan jika ada yang mengatakan bahwa Islam adalah agama teroris atau agama pembuat onar atau yang semisalnya. Dan memang orang-orang seperti itu sama seperti perkataan:

Apa artinya sinar Matahari
Jika mata yang melihatnya adalah buta

Dan mereka bukanlah buta matanya, tetapi yang buta adalah mata hatinya.
Data Buku
Judul asli: Thuq al-Hamamah

Judul: Untaian Kalung Merpati; Seni mencinta dan kisah kasih sepanjang masa

Pengarang: Ibn Hazm al-Andalusi

Halaman: 346 Halaman